Aku adalah
siswa SMK ajaran 2010-2013, tau sendiri kan dulu kebetulan tahun ajaran 2013
soal ujian nasional itu dari satu siswa dengan siswa lainnya di dalam satu
ruangan itu beda-beda. Satu bulan sebelum ujian, seperti biasa para siswa yang
tingkat intelektualitasnya di bawah standar mulai merancang rencana agar dapat
menyelesaikan ujian nasional dengan lancar. Pertama pada waktu para mantan osis
membuat rencana untuk mengumpulkan siswa-siswa yang pintar untuk dapat dapat
bekerja sama dalam ujian nasional, nah ketika para siswa pintar itu sudah di
kumpulkan dalam aula, disitulah satu siswa bodoh tapi semangat mulai memotivasi
para siswa pintar di hadapannya. Berhubung dia itu mantan osis jadi dalam dunia
bicara di depan umum dia pasti sudah jago, di dalam pidatonya itu aku menyimak
itu suananya sudah seperti acara mario teguh , acara di tv yang sukanya memberi
solusi itu, tapi bedanya disini si mario teguh itu seorang yang bodoh, jadi
kata-kata bijak yang ia ucapkan dan yang mungkin membuat para siswa pintar di
hadapannya menjadi iba adalah ketika ia berkata “di sekolah ini kita masuk
bersama-masa,jadi kitapun harus keluar bersama”. Itu adalah kata bijak yang
paling sempurna yang pernah ku dengar apalagi buat aku yang tergabung dalam
siswa yang intelektualitasnya di bawah standar. Setelah pidato itu selesai para
siswa pintarpun tepuk tangan, dan aku yang ada di situpun ikut tepuk tangan dan
mungkin aku yang bertepuk tangan paling keras karena aku harus meyakinkan bahwa
apa yang orang bodoh tadi ucapkan adalah sesuatu yang haru dijalankan. Sambil memandang
para siswa pintar itu aku membayangkan “andai saja nanti ruang ujian itu di
buat seperti meja bundar , dan meja bundar itu di gunakan oleh semua siswa
pintar ini, dan di tengah-tengah meja bundar itu ada satu tempat duduk yang
bisa berputar-putar dan disitulah tempat duduku, pasti aku bisa lulus peringkat
satu di sekolah ini”.
Walaupun sebelum ujian nasional sudah di
lakukan persiapan semaksimal mungkin tapi apa daya pada saat hari H semua
berjalan tidak sesua rencana karena ketika ujian nasional berlangsung ,itu
semua siswa fokus pada masing-masing soal yang ada di hadapannya jadi gak ada
waktu buat bekerja sama. Begitu pula denganku,di saat Yang lain menggunakan
jarinya untuk menggenggam pensil untuk menjawab setiap pertanyaan, nah aku
menggunakan jariku untuk berdzikir . aku si berfikir Tuhan pasti membantu
hambanya yang teraniaya oleh soal-soal ujian nasional ini. Dari mulai hari pertama
ujian nasional yaitu Mapel Bahasa indonesia, dilanjut hari esoknya mapel bahasa
inggris, terus Ilmu pengetahuan Alam dan terakhir matematika. Semuanya aku
kerjakan dengan perasaan, aku liat soal-soalnya terus disuruh milih A,B,C,D
atau E. Kebanyakan si aku milihnya A soalnya huruf A adalah hurus depan namaku.
Yang lain itu mencari jawaban bertumpu pada soal yang mereka kerjakan, nah aku
milih jawaban bertumpu pada imajinasi dan di dasari rasa yakin bahwa Tuhan
pasti sudah menaruh satu dari 5 pilihan itu jawaban yang benar, aku sangat
yakin dengan hal itu. Sampai akhirnya kegalauan hadir di mata pelajaran ujian
nasinal matematike. Dari sekitar 40 soal pilihan ganda hanya satu nomor yang
aku yakin pasti jawabannya bener, ya bener banget yaitu soal nomor satu karena
soal tersebut sudah aku kuasai sejak aku SMP dulu. Nah 39 soal berikutnya
akupun berharap pada keajaiban dunia. Dan sepertinya guru pengawaspun mulai
melihat keanehan pada diriku, di saat siswa
yang lain sibuk menggunakan satu lembar kertas putih suci untuk di gunakan
sebagai corat coret dalam mencari jawaban aku malah menggunakan 1 lembar kertas
putih suci itu untuk membasuh keringat yang mulai menetes di keningku. Sampai akhirnya
pengawas mendekatiku dan bertanya.
Kamu
sedang tidak enak badan “tanya pengawas sambil mengelus punggungku”
Gak
bu “jawabku dengan menahan rasa gelisah”
Kok
kertasnya masih kosong? “tanya ibu pengawas sambil memandang satu lembar kertas
putih yang aku pegang”
Aku
gak biasa pake, jemariku ini sudah cukup buat menghitung semua soal-soal ini (jawabku
dengan wajah yang mulai gugup”
Yaudah
di lanjutkan , waktu sudah hampir selesai, sambil di periksa lagi ya jawabannya
(saut si ibu pengawas)
Dengan
anggukan kepala aku balas nasehat ibu pengawas itu, waktu sudah hampir selesai
dari 40 soal hanya 1 soal yang sudah terjawab. Itu suana kelas yang mungkin tenang
bagi siwa lain, buatku suanan di dalam ruangan itu lebih mencekam dari suasanan
di kuburan. Pada waktu itu si aku berharap sebelum bel tanda ujian selesai
berbunyi, terompet sangkakala tanda hari akhir di tiup terlebih dahulu jadi
nanti aku bisa melihat nilai hasil ujiannya di akhirat.
Dari
depan pengawaspun memberi kode “waktu tinggal 20 menit lagi, lembar jawab soal
di periksa kembali”. Pada saat pengawas mengatakan pemberitauan hal itu
,hidupku seperti dalam keadaan tertekan. Sampai akhirnya dalam tekanan
imajinasiku berbicara “itu depanmu kan siswa paling pintar di kelas, kenapa
tidak di minta’i bantuan aja?” itu seperti ada bolam yang tiba-tiba muncul dari
atas kepalaku. Dan ragakupun terdorong oleh ketakutan tidak lulus ujian,
bayangin saja 3 tahun bergelut di dunia akademik di tentukan dalam waktu 4 hari
ini saja. Akhirnya akupun mengikuti arahan imajinasiku.
Ris
ris ris (membisiki teman di depanku sambil aku dorong kursinya)
Apa
(berbisik sambil menolehkan kepalanya)
Soal
ujianmu bawa sini, ini soal ujianku tolong di kerjain yah (bicara samil
merunduk)
Ya
teman di depanku memang siswa paling pintar di kelas, sebut saja dia riska,
walaupun dia pintar tapi dia itu beda dari siswa-siswa pintar lainnya. Tau sendiri
kan siwa pintar itu biasanya indera pendengarannya mulai terganggu ketika ujian
kek gini , bahasa halusnya itu budek. Tapi si riska itu beda.
Tak
lama setelah kita tukeran soal ujian, diapun mulai mengerjakan soal punyaku. Setiap
detik berjalan pada waktu itu berjalan seperti sedang sakaratul maut, karena
disitulah penentuan antara lulus atau tidak lulus, dan apa jadinya jika seorang
anak guru tidak lulus, dari situlah perjuanganku dalam mempertahankan nama baik
keluarga berjalan. Bel pertama berbunyi tanda waktu tinggal 10 menit lagi. Bunyi
bel itu seolah olah seperti bayangan ayahku yang bicara di hadapanku “buruan nak
di kerjakan, ayah guru hlo !” . aku sempat membayangkan jika di saat pengumuman
kelulusan nanti aku di nyatakan tidak lulus. Terus ayahku mengerti akan hal
itu, pada waktu itu pasti ayahku memilih untuk pensiun dini menjadi seorang
guru. Aku si gak takut jika ayahku mengetahui kalau aku tidak lulus terus beliu
mencoretku dari kartu keluarga aku lebih takut pada saat ibuku mengetahui kalau
anaknya ini tidak lulus, sudah pasti beliau kecewa berat, dan aku membayangkan
ketika aku tidak lulus terus sesampainya di rumah ibuku sudah menunggu di depan
rumah, dan sambil menangis dia berkata “aku kutuk kau jadi batu”. Sudah pasti
Tuhan akan mengabulkan perkataan ibuku tadi kan?, terus aku jadi batu. Dan aku
pasti di jadi’in obyek untuk tempat wisata. Nanti ketika banyak pengunjung
datang untuk melihatku yang sudah menjadi batu ,salah seorang pemandu wisata
bilang “ini adalah fosil orang yang tidak lulus ujian nasional” . tapi jika
kejadian itu nantinya benar-benar terjadi aku yakin pada waktu yang bersamaan
para anggota DPR akan melakukan sidang akbar untuk merefisi ujian nasional
bahkan kemungkinan akan langsung membuat surat edaran untuk meniadakan ujian
nasional dan dari situlah setidaknya aku adalah pahlawan bagi adek-adek kelasku
karena mereka tidak akan mengalami ujian nasional.
Lanjut
ke suasana ruangan ujian yang mulai menegangkan ketika aku sedang menunggu soal
punyaku yang sedang di kerjakan oleh si riska. Belum juga si riska memberi kode kalau dia telah
selesai mengerjakan soal punyaku itu akhirnya aku langsung minta di kembali’in.
Hei
ris,udah aja ngerjainnya (membisikinya )
Wah
ini belum ada setengah (sambil menyodorkan soal ujianku)
Akhirnya
dengan percaya diri yang tinggi aku langsung mengisi kertas jawaban itu satu
persatu. Walaupun soal yang d kerjakan oleh si riska engga ada setengah tapi
buatku itu adalah secercah harapanku dalam memperjuangkan derajat keluargaku. dan
tanpa melihat soal karena lembar jawabanku juga masih ada yang masih kosong
akhirnya menuruti keinginan jariku ini bergerak akupun menuruti pensil ini
memilih antara pilihan A,B,C, atau D. Tepat bel kedua tanda ujian selesai
akupun selesai mengerjakan semua soal ujian itu dengan lengkap.
Setelah
semua selesai ,semua siswapun kelaur dari ruangan ujian begitupun denganku. Di luar
semua siswa ada yang tertawa-tewa karena mungkin telah menjalani hari akhir
ujian dengan baik, d bagian lain ada pula yang menangis karena mungkin ada
suatu kesalahan ketika mengerjakan soal ujian. Ketika aku melihat siswa yang
menangis aku si heran ,baru aja selesai menjalani ujian nasional kok nangis
kaya kesurupan gitu ya gimana nanti kalau tidak lulus, mungkin akan langsung
kejang-kejang dan meninggal dengan tenang kali ya (bicara dalam hati sambil
memandan siswa yang menangis). Kalau aku sih langsung move on dari perkara
ujian nasional itu ,karena pada waktu itu aku dan temanku bertiga langsung
pergi ke bendungan yang tak jauh dari sekolahanku. Di sanalah pelampiasanku
pada perkara ujian nasional di mulai , tak peduli dengan banyaknya orang di
situ aku langsung melepas seragamku dan meloncat ke dalam derasnya aliran
sungai yang berada si samping bendungan. Di situlah ku mulai melampiaskan
perkara ujian nasional dengan menggabungkan berenang gaya katak, batu,
kupu-kupu, gaya bebas. Semua gaya aku kolaborasikan karena ketika diam aku
pasti akan hanyut oleh aliran sungai yang deras. Sampai akhir kedua temanku
ikut menyeburkan diri bersamaku. Disitulah masa kecil kurang bahagianya kita
terbungkar di hadapan umum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar