Semenjak
pertemuan pertama itu hubungan aku dan silvi memang mengalami peningkatan,
karena sekarang kami gak berkomunikasi hanya lewat twitter lagi, selain twitter
kamipun sering berkomunikasi lewat SMS dan tak jarang juga via Telvon. Ya itu semua kami lakukan setiaphari, lebih
dari itu setiap seminggu sekali kami sering ketemuan di satu tempat yaitu di
lapangan depan GSP UGM. Ya hampir setiap hari senin sore kami biasa joging bareng
di sana, karena memang baik itu aku maupun silvi tidak ada jam kuliah pada hari
senin sore. Niatnya si memang mau joging tapi kalo udah sampai di sana kami
mengahbiskan waktu lebih banyak untuk duduk sambil ngobrol sedangkan joging
hanya semangat di awal saja. Kalau kata silvi si yang penting kita udah niat
buat joging , walaupun hanya niat Tuhan itu pasti sudah ngasih pahala” .
mendengar teori dari si silvi aku ngangguk-ngangguk saja padahal dalam hati si
teriak “hubungannya joging sama Tuhan memeberi pahala apa?”. Tapi setelah aku
fikir-fikir teori yang di kemukakan silvi itu ada benernya juga si, ya Tuhan
itu menitipkan raga pada setiap jiwa itu ya harus di jaga dan di rawat nah
joging kan menyehatkan raga jadi pada akhirnya joging itu cara kita merawat
raga kita supaya tetap sehat. Nah kemudian Jika di tanya kenapa tidak pada hari
libur seperti hari sabtu dan minggu saja? Sebenarnya itu juga yang aku mau,
tapi katanya dia si, dia sibuk dengan kegiatan bersama organisasinya, entah apa
organisasi yang ia ikuti.
Aku dan
silvi itu mempunyai hoby yang sama yaitu suka mengkritik sesuatu yang tidak
masuk akal pada fikiran kami. Dan setelah aku selidiki ternyata silvi itu
seorang aktifis, yap ini serius, waktu itu aku pernah melihat dia sedang demo
di malioboro tepatnya di depan gedung DPR. Aku si kebetulan waktu itu sedang
makan di angkringan tempat biasa aku berkumpul sama temen sekelasku. Tapi
karena waktu terjadi kemacetan yang luar biasa akhirnya ya aku mencari tau
penyebabnya. Belum juga aku mencari tau ada seorang scurity di satu di hotel
yang ada di jalan malioboro mengatakan “gara-gara Demo jadi macet parah gini”.
Mendengar perkataan si scurity tersebut aku langsung mencari dimana terjadinya
demo yang di katakan si scurity tadi. Bukannya aku kampungan , demo aja
dilihatin. Bukan itu yang menyebabkan aku ingin mendekat ke tempat terjadinya
demonstrasi tapi kebetulan waktu itu aku adalah reporter di salah satu majalah
yang ada di kampusku. Mendengar ada demonstrasi ya otomatis aku berfikir ini
bisa di jadikan bshsn berita yang bisa aku muat di majalah. Setelah berjalan
menerobos keramaian akhirya aku melihat sekelompok mahasiswa yang membawa salah
satu bendera dari suatu Organisasi dan dari merekapun kompak menggunakan kain
merah yang mengikat di lengan kanannya dan kain putih yang mengikat di lengan
kiri. Belum juga aku merangsek ke depan dari para demonstran tersebut dari
belakang aku melihat si silvi dengan alat pengeras yang sedang ia gunakan,
walaupun awalnya masih ragu-ragu tapi akhirnya ternyata itu benar-benar si
silvi, dengan satu kain yang mengikat di kening kepalanya dia memimpin para
demonstran dengan berbagai orasi-orasi yang menggelegar. Di saat kejadian itu
aku si gak ada niat buat menemui silvi karena aku hanya mengamati dari samping para
demonstran itu. Tak lama kemudian karena aku sudah di tunggu sama temenku di
angkringan yang tak jauh dari depan gedung DPR ini ,akhirnya aku memutuskan
untuk kembali.
DEMONSTRANSI
Beberapa
hari kemudian di hari senin sore seperti bisa aku dan silvi bertemu di sayab
barat GSP UGM. Obrolanpun menjadi pengganti refleksi pemanasan sebelum kami
joging pada waktu itu. Sampai akhirnya aku menanyakan tentang kejadian di depan
gedung DPR kemaren.
Kemaren
kamu demonstransi di depan gedung DPR mengaspirasikan apa ? (tanyaku dengan
tenang)
Kamu
kok tau dari mana ? (jawab silvi dengan ekspresi kaget)
Ya kebetulan
kemaren aku lagi jalan disitu (sautku dengan santai)
Ya itu
kemaren aku bareng temen di organisasi yang aku ikuti (jawab silvi dengan acuh)
Dari
jawaban tersebut aku menyimpulkan bahwa silvi adalah aktifis yang mungkin
sering mengikuti demo seperti yang tadi ia akui. Dari jawaban itu pulalah aku
tau bahwa ternyata organisasi yang ia ikuti yang selalu menyita banyak waktunya
adalah oragnisasi yang berlatar belakang seperti itu. Ya jujur saja si aku
kurang senang kalau melihat ada demonstransi seperti kemaren, kalau tujuan para
peserta demonstrannya si bagus tapi menurutku secara umum demonstransi yang di
lakukan oleh mahasiswa itu sering mengganggu masyarakat umum, ya spesifiknya si
sering membuat kemacetan. Apa lagi dulu akupun pernah mengkritik acara
demonstrasi yang di lakukan oleh sekelompok mahasiswa yang bertemakan “melawan
lupa”, yaitu maksud dari melawan lupa tersebut adalah mereka itu ingin
mengingatkan kembali pada suatu kasus pelanggaran HAM yang kasusnya sampa saat
itu tidak di usut. pada waktu aku mengkritik bukan tanpa sebab karena walaupun
aku tau sebelum mereka melakukan demonstransi mereka pastilah sudah mengikuti
mekanisme apa yang harus mereka lakukan sebelum berdemonstrasi, seperti halnya
meminta izin ke kepolisian. Tapi yang membuat aku mengkritik mereka adalah
ketika dalam demonstrasi di sebuah jalan yang waktu itu memang cukup ramai
mereka itu membuat pagar betis yang membuat masyarakat yang sedang melewati
jalan tersebut tidak bisa melanjutkan perjalanannya. Jadi menurut akal sehatku
itu adalah hal bodoh yang sangat aneh , di satu sisi mereka berdemo menuntut
keadilan Hak Asasi Manusia , tapi di dalam mengeluarkan aspirasinya mereka
malah melanggar Hak Asasi para masyarakat yang pada waktu di hentikan oleh
pagar betis yang mereka buat. Ya itu sama aja seperti mereka meminta seorang
koruptor untuk di hukum seberat-beratnya tapi dalam kesehariannya mereka juga
melakukan tindakan korupsi.
Tapi terlepas dari kekurang
senanganku dengan pendemo disisi lain pada saat itu memang aku sedang tidak
ingin mendebatkan perkara tersebut dengan silvi karena aku mengerti sejak awal
juga kami sering berbeda pendapat dalam suatu hal walaupun di sisi lain aku dan
silvi memiliki hoby yang sama yaitu suka mengkritik sesuatu yang tidak masuk
akal dalam fikiran kami. Cuma bedanya aku mengkritik menggunakan tulisan
sedangkan silvi mengkritik menggunakan lisannya (demonstrasi).
Di UKM jurnalistik yang aku ikuti
di kampus , ketika aku sedang melakukan obrolan baik itu dengan teman satu
angkatan maupun kakak-kakak yang di atasku memang aku sering berbeda pendapat.
Terutama ketika membahas tentang perkara demo, disitulah aku melawan arus.
Karena apa? Di saat semua berpendapat positif tentang demonstransi aku justru
sering mengkritik kegiatan tersebut. Ya terlepas dari kritikan yang aku berikan
mereka tetap menganggap itu sebagai hal yang wajar. Sampai akhirnya pada suatu
waktu ketika pemerintah melakukan kebijakan yang menurut mereka membuat rakyat
semakin tertindas, yang membuat mereka langsung berdiskusi untuk melakukan demo
besar-besar. Karena dalam diskusi itu suasana dalam keadaan memanas akhirnya
keberanianku dalam memberi pendapat yang berbeda dengan merekapun aku enyahkan.
Dan dalam diskusi itu aku bersikap diam seolah mengiyakan apa yang sedang
mereka rencanakan. Dalam diskusi tersebut akhirnya mengahsilkan satu keputusan
untuk melakukan demonstransi di pertigaan di kampus kami dan juga mengundang
oraganisasi-organisasi lain untuk merapatkan barisan dalam demontrasi yang
sudah mereka rencanakan. Setelah diskusi selesai dalam perjalan pulang aku
berfikir haruskah aku melakukan sesuatu yang tidak sejalan dengan hati ini.
Keesokan harinya pada waktu hujan
mengguyur cukup deras. Aku dan dua temanku di beri tugas untuk meminta izin
untuk mengadakan demonstransi esok hari kepada kepolisian. Setelah izin sudah
diberikan dalam perjalan kembali ke kampus aku berbicara dengan salah satu
temanku yang bernama bagas, ia adalah mahasiswa satu angkatan denganku Cuma
kita beda jurusan.
Aku tidak bisa mengikuti
demonstrasi besok (jelasku dengan hati yang dilema)
Tenang saja, ketua panitia akan
memberikat surat izin kepada semua peserta besok (jawab si bagas sambil
tersenyum)
Bukan masalah itu gas (saut aku)
Terus? (tanya bagas )
Ya intinya aku besok tidak bisa
mengikuti demonstrasi (jelasku dengan nada datar)
Belum juga sampai di kampus aku
meminta untuk turun dari boncengan si bagas. Pada saat itu tepat di keramaian
jalan pasar demangan. Sambil membawa helm aku berjalan kaki menuju kampus UGM.
Karena berniat untuk menemui si silvi.
PASAR DEMANGAN
PASAR DEMANGAN
Kamu dimana? (SMS yang ku kirim
ke si silvi)
Lagi kumpul sama temen di
gelanggan, ada apa ? (bales silvi)
Bisa ketemuan gak ? (balesku
sambil berjalan)
Sekarang? Dimana ? (bales silvi)
Di kantin dekat gelanggang, ini
aku otw kesitu (balesku )
Tak lama dari balesan sms terkahirku
itu akupun sampai di gelanggang UGM dan menuju ke kantin yang sudah aku
janjikan kepada silvi. Dari jalan yang tak jauh dari kantin , aku melihat silvi
sudah duduk sendiri di satu meja sambil membaca suatu buku.
Udah lama (tanyaku sambil menarik
kursi yang akan kududuki)
Baru aja kok (jawab silvi)
Kamu sibuk ? (tanyaku sambil
menatap wajahnya)
Gak juga, ada apa kok tumben
ngajak ketemuan gini? (nanya balik sambil membalas tatapanku)
Gak suka kalau aku kesini ?
(seruku sambil memalingkan muka)
gak
lah, ya aku kaget aja (jawab silvi sambil sibuk membaca buku )
GELANGGANG UGM
pertemuan
aku dan silvi di kantin itu menjadi pertemuan yang sangat berkesan bagiku,
karena selama obrolan berjalan silvi fokus membaca buku yang ia pegang tapi
ketika aku menanyakan sesuatu silvi pasti menjawab pertanya’an yang aku
sampaikan ke dia dengan jawaban yang singkat padat dan jelas. menurutku perempuan ketika sedang fokus
membaca buku itu kecantikanya meningkat drastis. Itu pulalah yang aku lihat
dari sosok silvi karena silvi memang sering membaca buku. Silvi si pernah
bilang kalau dia memang suka membaca apalagi kalau sedang membaca novel, baik
itu novel fiksi maupun non-fiksi dia suka banget. Katanya si ketika sedang
membaca novel ,seolah-olah dia sedang menjadi tokoh yang ada di dalam novel
yang sedang ia baca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar