Jumat, 23 Januari 2015

Antara cinta dan benci (Part II)



                Semenjak pertemuan pertama itu hubungan aku dan silvi memang mengalami peningkatan, karena sekarang kami gak berkomunikasi hanya lewat twitter lagi, selain twitter kamipun sering berkomunikasi lewat SMS dan tak jarang juga via Telvon.  Ya itu semua kami lakukan setiaphari, lebih dari itu setiap seminggu sekali kami sering ketemuan di satu tempat yaitu di lapangan depan GSP UGM. Ya hampir setiap hari senin sore kami biasa joging bareng di sana, karena memang baik itu aku maupun silvi tidak ada jam kuliah pada hari senin sore. Niatnya si memang mau joging tapi kalo udah sampai di sana kami mengahbiskan waktu lebih banyak untuk duduk sambil ngobrol sedangkan joging hanya semangat di awal saja. Kalau kata silvi si yang penting kita udah niat buat joging , walaupun hanya niat Tuhan itu pasti sudah ngasih pahala” . mendengar teori dari si silvi aku ngangguk-ngangguk saja padahal dalam hati si teriak “hubungannya joging sama Tuhan memeberi pahala apa?”. Tapi setelah aku fikir-fikir teori yang di kemukakan silvi itu ada benernya juga si, ya Tuhan itu menitipkan raga pada setiap jiwa itu ya harus di jaga dan di rawat nah joging kan menyehatkan raga jadi pada akhirnya joging itu cara kita merawat raga kita supaya tetap sehat. Nah kemudian Jika di tanya kenapa tidak pada hari libur seperti hari sabtu dan minggu saja? Sebenarnya itu juga yang aku mau, tapi katanya dia si, dia sibuk dengan kegiatan bersama organisasinya, entah apa organisasi yang ia ikuti.
                Aku dan silvi itu mempunyai hoby yang sama yaitu suka mengkritik sesuatu yang tidak masuk akal pada fikiran kami. Dan setelah aku selidiki ternyata silvi itu seorang aktifis, yap ini serius, waktu itu aku pernah melihat dia sedang demo di malioboro tepatnya di depan gedung DPR. Aku si kebetulan waktu itu sedang makan di angkringan tempat biasa aku berkumpul sama temen sekelasku. Tapi karena waktu terjadi kemacetan yang luar biasa akhirnya ya aku mencari tau penyebabnya. Belum juga aku mencari tau ada seorang scurity di satu di hotel yang ada di jalan malioboro mengatakan “gara-gara Demo jadi macet parah gini”. Mendengar perkataan si scurity tersebut aku langsung mencari dimana terjadinya demo yang di katakan si scurity tadi. Bukannya aku kampungan , demo aja dilihatin. Bukan itu yang menyebabkan aku ingin mendekat ke tempat terjadinya demonstrasi tapi kebetulan waktu itu aku adalah reporter di salah satu majalah yang ada di kampusku. Mendengar ada demonstrasi ya otomatis aku berfikir ini bisa di jadikan bshsn berita yang bisa aku muat di majalah. Setelah berjalan menerobos keramaian akhirya aku melihat sekelompok mahasiswa yang membawa salah satu bendera dari suatu Organisasi dan dari merekapun kompak menggunakan kain merah yang mengikat di lengan kanannya dan kain putih yang mengikat di lengan kiri. Belum juga aku merangsek ke depan dari para demonstran tersebut dari belakang aku melihat si silvi dengan alat pengeras yang sedang ia gunakan, walaupun awalnya masih ragu-ragu tapi akhirnya ternyata itu benar-benar si silvi, dengan satu kain yang mengikat di kening kepalanya dia memimpin para demonstran dengan berbagai orasi-orasi yang menggelegar. Di saat kejadian itu aku si gak ada niat buat menemui silvi karena aku hanya mengamati dari samping para demonstran itu. Tak lama kemudian karena aku sudah di tunggu sama temenku di angkringan yang tak jauh dari depan gedung DPR ini ,akhirnya aku memutuskan untuk kembali.


DEMONSTRANSI


                Beberapa hari kemudian di hari senin sore seperti bisa aku dan silvi bertemu di sayab barat GSP UGM. Obrolanpun menjadi pengganti refleksi pemanasan sebelum kami joging pada waktu itu. Sampai akhirnya aku menanyakan tentang kejadian di depan gedung DPR kemaren.
                Kemaren kamu demonstransi di depan gedung DPR mengaspirasikan apa ? (tanyaku dengan tenang)
                Kamu kok tau dari mana ? (jawab silvi dengan ekspresi kaget)
                Ya kebetulan kemaren aku lagi jalan disitu (sautku dengan santai)
                Ya itu kemaren aku bareng temen di organisasi yang aku ikuti (jawab silvi dengan acuh)

                Dari jawaban tersebut aku menyimpulkan bahwa silvi adalah aktifis yang mungkin sering mengikuti demo seperti yang tadi ia akui. Dari jawaban itu pulalah aku tau bahwa ternyata organisasi yang ia ikuti yang selalu menyita banyak waktunya adalah oragnisasi yang berlatar belakang seperti itu. Ya jujur saja si aku kurang senang kalau melihat ada demonstransi seperti kemaren, kalau tujuan para peserta demonstrannya si bagus tapi menurutku secara umum demonstransi yang di lakukan oleh mahasiswa itu sering mengganggu masyarakat umum, ya spesifiknya si sering membuat kemacetan. Apa lagi dulu akupun pernah mengkritik acara demonstrasi yang di lakukan oleh sekelompok mahasiswa yang bertemakan “melawan lupa”, yaitu maksud dari melawan lupa tersebut adalah mereka itu ingin mengingatkan kembali pada suatu kasus pelanggaran HAM yang kasusnya sampa saat itu tidak di usut. pada waktu aku mengkritik bukan tanpa sebab karena walaupun aku tau sebelum mereka melakukan demonstransi mereka pastilah sudah mengikuti mekanisme apa yang harus mereka lakukan sebelum berdemonstrasi, seperti halnya meminta izin ke kepolisian. Tapi yang membuat aku mengkritik mereka adalah ketika dalam demonstrasi di sebuah jalan yang waktu itu memang cukup ramai mereka itu membuat pagar betis yang membuat masyarakat yang sedang melewati jalan tersebut tidak bisa melanjutkan perjalanannya. Jadi menurut akal sehatku itu adalah hal bodoh yang sangat aneh , di satu sisi mereka berdemo menuntut keadilan Hak Asasi Manusia , tapi di dalam mengeluarkan aspirasinya mereka malah melanggar Hak Asasi para masyarakat yang pada waktu di hentikan oleh pagar betis yang mereka buat. Ya itu sama aja seperti mereka meminta seorang koruptor untuk di hukum seberat-beratnya tapi dalam kesehariannya mereka juga melakukan tindakan korupsi.
Tapi terlepas dari kekurang senanganku dengan pendemo disisi lain pada saat itu memang aku sedang tidak ingin mendebatkan perkara tersebut dengan silvi karena aku mengerti sejak awal juga kami sering berbeda pendapat dalam suatu hal walaupun di sisi lain aku dan silvi memiliki hoby yang sama yaitu suka mengkritik sesuatu yang tidak masuk akal dalam fikiran kami. Cuma bedanya aku mengkritik menggunakan tulisan sedangkan silvi mengkritik menggunakan lisannya (demonstrasi).
Di UKM jurnalistik yang aku ikuti di kampus , ketika aku sedang melakukan obrolan baik itu dengan teman satu angkatan maupun kakak-kakak yang di atasku memang aku sering berbeda pendapat. Terutama ketika membahas tentang perkara demo, disitulah aku melawan arus. Karena apa? Di saat semua berpendapat positif tentang demonstransi aku justru sering mengkritik kegiatan tersebut. Ya terlepas dari kritikan yang aku berikan mereka tetap menganggap itu sebagai hal yang wajar. Sampai akhirnya pada suatu waktu ketika pemerintah melakukan kebijakan yang menurut mereka membuat rakyat semakin tertindas, yang membuat mereka langsung berdiskusi untuk melakukan demo besar-besar. Karena dalam diskusi itu suasana dalam keadaan memanas akhirnya keberanianku dalam memberi pendapat yang berbeda dengan merekapun aku enyahkan. Dan dalam diskusi itu aku bersikap diam seolah mengiyakan apa yang sedang mereka rencanakan. Dalam diskusi tersebut akhirnya mengahsilkan satu keputusan untuk melakukan demonstransi di pertigaan di kampus kami dan juga mengundang oraganisasi-organisasi lain untuk merapatkan barisan dalam demontrasi yang sudah mereka rencanakan. Setelah diskusi selesai dalam perjalan pulang aku berfikir haruskah aku melakukan sesuatu yang tidak sejalan dengan hati ini.
Keesokan harinya pada waktu hujan mengguyur cukup deras. Aku dan dua temanku di beri tugas untuk meminta izin untuk mengadakan demonstransi esok hari kepada kepolisian. Setelah izin sudah diberikan dalam perjalan kembali ke kampus aku berbicara dengan salah satu temanku yang bernama bagas, ia adalah mahasiswa satu angkatan denganku Cuma kita beda jurusan.
Aku tidak bisa mengikuti demonstrasi besok (jelasku dengan hati yang dilema)
Tenang saja, ketua panitia akan memberikat surat izin kepada semua peserta besok (jawab si bagas sambil tersenyum)
Bukan masalah itu gas (saut aku)
Terus? (tanya bagas )
Ya intinya aku besok tidak bisa mengikuti demonstrasi (jelasku dengan nada datar)

Belum juga sampai di kampus aku meminta untuk turun dari boncengan si bagas. Pada saat itu tepat di keramaian jalan pasar demangan. Sambil membawa helm aku berjalan kaki menuju kampus UGM. Karena berniat untuk menemui si silvi.


PASAR DEMANGAN


Kamu dimana? (SMS yang ku kirim ke si silvi)
Lagi kumpul sama temen di gelanggan, ada apa ? (bales silvi)
Bisa ketemuan gak ? (balesku sambil berjalan)
Sekarang? Dimana ? (bales silvi)
Di kantin dekat gelanggang, ini aku otw kesitu (balesku )
Tak lama dari balesan sms terkahirku itu akupun sampai di gelanggang UGM dan menuju ke kantin yang sudah aku janjikan kepada silvi. Dari jalan yang tak jauh dari kantin , aku melihat silvi sudah duduk sendiri di satu meja sambil membaca suatu buku.
Udah lama (tanyaku sambil menarik kursi yang akan kududuki)
Baru aja kok (jawab silvi)
Kamu sibuk ? (tanyaku sambil menatap wajahnya)
Gak juga, ada apa kok tumben ngajak ketemuan gini? (nanya balik sambil membalas tatapanku)
Gak suka kalau aku kesini ? (seruku sambil memalingkan muka)
                gak lah, ya aku kaget aja (jawab silvi sambil sibuk membaca buku )

                                GELANGGANG UGM

                pertemuan aku dan silvi di kantin itu menjadi pertemuan yang sangat berkesan bagiku, karena selama obrolan berjalan silvi fokus membaca buku yang ia pegang tapi ketika aku menanyakan sesuatu silvi pasti menjawab pertanya’an yang aku sampaikan ke dia dengan jawaban yang singkat padat dan jelas.  menurutku perempuan ketika sedang fokus membaca buku itu kecantikanya meningkat drastis. Itu pulalah yang aku lihat dari sosok silvi karena silvi memang sering membaca buku. Silvi si pernah bilang kalau dia memang suka membaca apalagi kalau sedang membaca novel, baik itu novel fiksi maupun non-fiksi dia suka banget. Katanya si ketika sedang membaca novel ,seolah-olah dia sedang menjadi tokoh yang ada di dalam novel yang sedang ia baca.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar