Sabtu, 21 Maret 2015

Masalah itu seperti nafas

Masalah itu seperti nafas, ia akan terus ada selama kita masih hidup. Dan begitu pulalah masalah yang pernah aku hadapi waktu kelas 3 SMP. Sekitar tahun 2010 masehi, seperti siswa smp kelas 3 pada umumnya akupun agaknya takut untuk menghadapi ujian nasional yang di adakan pemerintah secara nasional. Apalagi waktu itu ujian nasional menjadi satu-satunya syarat supaya siswa bisa dinyatakan lulus. Dan pemikiran yang di pakai kebanyakan siswa saat itu adalah jika kita tidak lulus itu artinya perjuangan yang di lakukan selama 3 tahun dari kelas 1 sampai kelas 3 akan menjadi sia-sia. Mainsed yang sebenarnya kurang masuk akal dalam fikiranku saat ini. Setelah 5 tahun kemudian aku menjalani kehidupan ini. Pemikiran yang dulu aku pakai secara tidak langsung mengupayakan untuk mengejar selembar ijazah. Walaupun ketika tidak lulus pemerintah sudah memberikan fasilitas Ujian paket B, namun aku sebagai siswa yang masih berumur 15 tahun akan mengikuti kebanyakan orang seumuranku saat itu, yaitu menganggab tidak lulus sebagai sebuah aib. Lebih dari itu baik itu di perkampungan ataupun perkotaan ketika ada seorang yang tidak lulus itu akan menjadi perbincangan utama dalam suatu pertemuan. Entah itu di pasar, arisan, warung makan, dll.

Kemudian aku yang hidup di lingkungan religius akhirnyapun menjadikan Tuhan sebagai pegangan ketika aku sedang mengalami ketakutan, kesusahan dan kegelisahan. Dan itu juga yang aku alami ketika akan menghadapi ujian nasional yang waktu itu agaknya menjadi momok yang sangat menakutkan di fikiranku. Beberapa bulan sebelum ujian nasional di sekolah di adakan shalat bersama, pengajian, dan di datangkan seorang motivator. Semua itu hanya berlangsung ketika siswa sedang memasuki kelas 3. Itupulalah yang menjadikan pemikiran siswa kelas 3 menjadi absurt dan lebih-lebih membuat siswa menjadi stres. Kenapa juga kegiatan shalat bersama itu harus di adakan sebelum ujian nasional dan berdo’a untuk mendapatkan kemudahan dalam mengerjakan soal-soal ujian nantinya. Terus di datangkan seorang motivator yang bertujuan untuk memotivasi siswa yang akan menghadapi ujian nasional agar lebih rajin belajar, rajin membaca dan rajin bertanya tentang pelajaran yang masih belum di pahami kepada gurunya. Mainsed saat itu yang di pakai adalah ketika kita takut kita mengingat Tuhan, dan sebalikanya dari kelas 1 sampai kelas 2 tidak ada kegiatan dari sekolahan yang religius seperti itu. akhirnya banyak siswa yang tiba-tiba berubah sikapnya, yang biasanya tidak sopan dengan gurunya ketika akan menghadapi ujian nasional ia tiba-tiba sangat sopn. Yang dulunya jarang shalat tiba-tiba belum adzanpun sudah di masjid. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar