Sabtu, 21 Maret 2015

History Of Orientalisme and Oksidentalisme

                

Kemajuan zaman yang membuat manusia di mudahkan dengan segala sesuatu yang di inginkannya. Berasal dari penemuan-penemuan yang telah lahir di era modern ini membuat manusia di anggap harus mengikuti peradaban yang sudah berkembang dengan pesat. Dunia yang di pandang terbelah oleh dua kelompok, yaitu kelompok timur dan kelompok barat. Kelompok timur yang di bentengi oleh mesir dan kelompok barat yang di pimpim oleh amerika. Semua itu agaknya sudah menjadi rahasia umum bagi siapapun dan dimanapun manusia berada. Dan antara kelompok barat dan kelompok timur tak jarang sering terjadi pertikaian baik secara langsung (fisik) ataupun secara tidak langsung (non fisik). Pada akhirnya kitapun akan bertanya-tanya tentang penyebab terbelahnya dunia ini menjadi dua kelompok.
                Jika kita coba melihat sejarah, dulu memang masih terjadi perluasan daerah kekuasaan yang endingnya sering terjadi peperangan, dan sampai akhirnya hadirlah pandangan tentang peperangan  antara kelompok barat dan kelompok timur. Kelompok timur yang pada waktu itu di pimpim oleh Baginda Rasulullah SAW yang sampai saat ini menjadi teladan para kelompok timur. Dan kelompok barat yang di pelopori oleh kaum yahudi. Pada saat itu memang terjadi perang yang sangat terkenal saat ini, yaitu perang secara fisik, kelompok timur yang jumlah lebih sedikit justru terus menang melawan kelompok barat yang jumlah lebih banyak. Dari situlah timbul perdebatan di antara pemimpin kelompok barat. Apakah akan terus melakukan peperangan secara fisik melawan kelompok barat atau akan menyerah saja. Pada diskusi yang sangat sengit itulah terjadi perpecahan di antara pimpinan kelompok barat, yaitu ada yang memilih untuk melanjutkan peperangan melawan kelompok timur tapi ada pula yang memilih untuk menyudahi peperangan tersebut. Dari perpecahan itulah dari pengikut kelompok barat lebih banyak yang memilih untuk menyudahi perang. Namun bukan berarti menyerah. Karena mereka secara diam-diam berhijrah kesuatu daerah untuk mempelajari kenapa dengan jumlah sedikit kelompok timur justru selalu menang dalam peperangan melawan kelompok barat yang jumlahnya lebih banyak. Dengan modal ingin berbalas dendam untuk mengalahkan kelompok timur, sebagaian kelompok barat yang memilih untuk berhijrah terus berusaha mencari tahu apa yang di gunakan oleh para pengikut kelompok timur dalam memenangkan di setiap peperangan melawan kelompok barat. Sampai akhirnya dengan perjuangan yang tidak mudah para sebagian kelompok barat yang memilih untuk berhijrah tersebut mengetahui apa yang membuat kelompok timur selalu bisa mengalahkan kelompok barat. Para pemimpin kelompok timur itu akhirnya sepakat bahwa yang di gunakan para kelompok timur itu adalah “Al-Qur’an”. Sejak saat itu pulalah para pemimpin kelompok barat menemukan cara apa yang harus di lakukan untuk mengalahkan kelompok timur, yaitu dengan menjauhkan para kelompok timur dengan senjatanya tersebut yaitu Al-Qur’an. Kelompok barat sedikit demi sedikit terus berusaha dan berjuang agar para kelompok timur jauh dari Al-Qur’an. Dan cara yang di gunakan kelompok barat bukan secara fisik yaitu dengan menghancurkan Al-Qur’an, namun dengan menghancurkan pemikiran pemuda-pemuda kelompok timur, yaitu menyisipkan ajaran bahwa Al-Qur’an tidaklah penting.  Sampai akhirnya kemajuan zamanpun di jadikan alat untuk terus menghancurkan kelompok timur secara tidak langsung. Dimana budaya barat terus tumbuh dan berkembang di kalangan pemuda kelompok timur yang membuat para pemuda semakin jauh dari Al-Qur’an yang dulu di pakai sebagai alat untuk mengalahkan kelompok barat. Dan sejak itu pulalah masa keemasan kelompok timur terus runtuh karena pemudanya terus di cekoki oleh kesenangan dan kemudahan yang di berikan oleh kelompok barat sebagai alat untuk menjauhkan dari Al-Qur’an. Jadi intinya sekarang kelompok barat tidak perlu melakukan perlawanan secara fisik atau melakukan perang untuk mengalahkan kelompok barat, namun dengan mencekoki para pemuda kelompok timur dengan kesenangan dan kemudahanlah kelompok timur terus runtuh dengan sendirinya. Kenapa yang di cekoki para pemudanya, karena masa muda adalah masa dimana pencarian jati diri jadi disitulah doktrin-doktrin melekat sampai akhirnya di jadikan acuhan dalam menyelesaikan masalah. Cara berfikir yang telah di mainkan oleh kelompok barat akhirnya membuat kelompok timur sekarang dalam masa krisis.
                Seperti yang saya ketahui di masa klasik dulu, seorang misonaris legendaris “Henry Martyn”, mengatakan, “saya datang menemui umat islam, tidak dengan senjata tapi dengan kata-kata, tidak dengan pasukan tapi dengan akal sehat, tidak dengan kebencian tapi dengan cinta.” Ia berpendapat bahwa perang salib telah gagal. Karena itu, untuk menaklukan dunia islam, dia menemukan resep: yaitu gunakan “kata logika dan cinta”, bukan kekukatan senjata atau kekerasan. Misionaris lainnya, “Raymond Lull” juga mengatakan hal senada, “kulihat banyak ksatria pergi ketanah suci di seberang lautan, dan kupikir mereka akan merebutnya dengan kekuatan senjata, tapi akhirnya semua hancur lebur sebelum mereka mendapat apa yang tadinya ingin mereka rebut.”
                Menurut Eugene Stock, mantan sekretaris editor di “Church Missionary Society”, tidak ada figur yang lebih heroik dalam sejarah Kristen dibandingan Raymond Lull, kata Stock, adalah “misionaris pertama bahkan terhebat bagi kaum Mohammedans” . itulah resep Lull ; Islam tidak dapat ditaklukan dengan “darah dan air mata”, tetapi dengan “cinta kasih” dan do’a.
                Ungkapan Lull dan Martyn itu di ungkap oleh Samuel M. Zwemmer, misionaris Kristen terkenal di timur tengah, dalam bukunya “Islam: A Challenge to Faith” (terbit pertama tahun 1907). Di situ ia memberikan resep untuk menaklukan dunia Islam. Ia menyebut bukunya sebagai “studies on the Mohammedian religion and the needs and opportunities of the Mohammedan World form the standpoint of Cristian Missions”
                Bagi para misionaris Kristen ini, mengkristenkan kaum Muslim adalah satu keharusan. Jika tidak, maka dunia pun akan di Islamkan. Dalam laporan tentang “Centenary Conference on the Protestant Missions of the World” di london tahun 1888, tercatat ucapan Dr. George F. Post, “kita harus menghadapi Pan-Islamisme dengan Pan-Evangelisme. Ini pertarungan hidup dan mati.” Selanjutnya ia berpidato :
                “...kita harus masuk ke Arabia,, sudan, Asia tengah, dan kita harus mengkristenkan orang-orang ini atau mereka akan berbaris melewati gurun-gurun pasir mereka, dan mereka akan menyapu seperti api yang melahap kekristenan kita dan menghancurkannya.

                Pada akhirnya kekuatan kata yang dipadu dengan kasih seperti di ungkap Henry Martyn perlu mendapat catatan serius. Konon seperti orang jawa sebagai mana menggunakan huruf jawa, huruf jawa akan mati jika di pangku. Jika seseorang di bantu, dibiayayai, di beri perhatian yang besar (kasih), maka hatinya akan luluh. Lihatlah sejarah bagaimana kekuatan ide freedom dan liberalisme mampu menggulung sebuah imperium besar bernama turki ustmani. Ketika kaum muslim tidak lagi memahami Islam dengan baik, tidak meyakini Islam, dan menderita peyakit mental minder terhadap perdapan barat, maka yang terjadi kemudian adalah upaya imitasi terhadap apa saja yang dikaguminya.
                Pada akhir tulisan ini saya akan memberikan satu perkataan dari tokoh gerakan Turki muda yang bernama Abdullah Cevdet, ia mengatakan “Yang ada hanya satu peradaban, dan itu adalah peradaban eropa. Karena itu, kita harus meminjam peradaban barat, baik bunga mawarnya yang kelihatan indah dilihat, maupun duri di batangnya yang harus menusuk kita”.


Ahmad Ariefuddin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar