Jumat, 17 April 2015

Paradoks Demokrasi Barat



                Dalam pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 2000. Jika gabungan “demos” dan “kratos” diartikan sebagai “pemerintah oleh rakyat” (government by the people), maka seharusnya pemerintahan yang demokratis diindikasikan dengan dukungan mayoritas rakyat terhadap pemerintah terpilih. Namun, itulah yang justru terjadi pada kasus pemilihan Presiden Amerika Serikat tahun 2000. Pada 5 desember 2000, Mahkamah Agung AS (US Supreme Court), memenangkan George W. Bush atas calon demokrat, Al-Gore. Kasus ini telah memunculkan perdebatan sengit di Amerika Serikat. Vincent Bugliosi, misalnya, ia menulis sebuah buku berjudul The Constitution and Chose Our President. Bugliosi mengungkap sebuah realitas ironis tentang demokrasi: “Pengkhianatan Amerika”. Bagaimana sebuah pemilihan kepala negara terkuat dan negara demokrasi terbesar di dunia, akhirnya justru diserahkan keputusannya kepada lima orang hakim di sebuah lembaga tinggi negara. Padahal, popular vote (mayoritas suara rakyat), lebih banyak berpihak kepada Gore. Dengan jumlah pemilih kurang dari 60% dari rakyat Amerika Serikat. Maka faktanya, presiden  Amerika Serikat juga hanya didukung oleh minoritas rakyatnya. Pemenangan Bush oleh Mahkamah Agung Amerika Serikat itu digambarkan Bugliosi sebagai “like the day of Kennedy assassination”.
                Setelah Bush memangku jabatan Presiden Amerika Serikat, kontroversi demi kontroversi terus merebak ke seluruh penjuru dunia. Apalagi, setelah Bush memerintahkan tentaranya menduduki Irak, maret 2003. Belum pernah dalam sejarah, dunia menyaksikan gelombang aksi unjuk rasa anti-Amerika Serikat yang begitu ramai di berbagai penjuru dunia seperti pada tahun 2003. Sampai-sampai ribuan orang warga Amerika Serikat sendiri harus ditahan, menyusul aksi mereka menentang serangan Irak, di berbagai kota di Amerika Serikat. Kantor berita Associated Press, (21 maret 2003) melaporkan, lagu kebangsaan Amerika Serikat, The Star-Spangled Banner, sudah dijadikan olok-olokan di kanada, menyusul merebaknya aksi puluhan ribu orang di negara tetangga Amerika Serikat itu.

                Semua itu berpangkal dari otak dan lidah seseorang, Presiden AS, bernama George W. Bush. Kamis 20 maret 2003, Presiden Bush mengumumkan perang terhadap irak, setelah sebelumnya menempatkan ratusan ribu tentaranya di sekitar irak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar