Habis
gelap terbitlah terang, itu adalah kata-kata mutiara dari Pahlawan wanita
indonesia yaitu Ibu kita Kartini. Bukan hanya pahlawan indonesia saja tapi
pahlawan di keluargaku juga pernah memberikan kata-kata mutiara yang masih
teringat sampai saat ini. Ya dulu ibuku pernah berkata, “banyak-banyaklah
membaca maka kamu akan bisa menulis, dan banyak-banyaklah menulis maka kamu
akan ditulis”. Itulah pesan dari ibuku sewaktu beliau mengajaku ke alun-alun
kota. Tepatnya pada malam jum’at keliwon. Sudah menjadi tradisi di kotaku itu
setiap malam jum’at kliwon akan selalu ramai baik itu pedagang makanan, mainan,
pakaian, tanaman, dll.
Waktu itu memang hari pertama
perpindahan rumah keluargaku dari kecamatan kandeman menuju karang asem. Aku
sendiri waktu itu tidak begitu tau apa alasan kenapa orang tua mengajak pindah
rumah. Tapi baik aku ,kakaku maupun adeku, kita semua sama, dimanapun kita
berada yang penting tetap bersama. Walaupun pada saat itu jarak rumah menuju
sekolah menjadi sangat jauh tapi itu tidak menjadi masalah karena ayahku
sendiri menjadi guru ditempat aku sekolah jadi otomatis aku selalu berangkat ke
sekolah bareng beliau dan adeku.
Di hari pertama berada di rumah baru
itulah aku merasa terjadi sesuatu yang beda. Aku tidak betah karena rumah yang
sekarang lebih sempit. Dan disitulah peran seorang ibu dimulai, dimana beliau
dengan rasa kepekaannya langsung mengajak aku dan adeku ke sungai yang tepat
berada di sebelah rumah. Ibu dengan senyuman indahnya mengambil sandal jepit
yang berada di tepi sungai dan di kasih benang pancing yang kemudian di
kasihkan ke aku untuk di ceburkan ke sungai sebagai permainan perahu-perahuan.
Walaupun akhirnya adeku iri dan menarik-narik sandal jepit bekas yang sedang
aku mainkan tapi dengan bijak ibuku langsung memberikan solusi, yaitu ibuku
mengambil bekas kulit kelapa yang bentuknya seperti bulan sabit dan seperti
halnya sandal jepit tadi ibupun menalikan benang pancing di salah satu
pucuknya. Dan selesailah permasalahan antara aku dan adeku. Ya mungkin itulah
apa yang di sebut dengan “Bahagia itu sederhana”.
Karena waktu hampir menjelang malam,
ayah yang sedang membersihkan rumah dengan kakaku memanggil ibu yang sedang
menemani aku dan adeku. Walaupun awalnya adeku enggan untuk masuk rumah tapi
dengan rayuan ibuku yang penuh kasih adekupun terbujuk dengan santai. Namun
adeku mau masuk rumah dengan satu syarat, yaitu nanti harus di ajak
jalan-jalan. Dan ibu mendengar permintaan adeku, ibu hanya menjawab dengan senyuman.
Itulah satu pelajaran besar dalam hal kecil yang bisa aku ambil dari ibuku, ia
tidak banyak janji, ia cukup tersenyum, tapi soal pembuktian ibu sudah pasti
mengupayakan dengan penuh antusias. Itulah kenapa ibu di beri gelar madrasah
pertama, yaitu sekolah pertama bagi anak-anaknya. Ibulah yang mendidik
kepribadian para anak-anaknya. Bahkan ada kata-kata bijak yang akupun
menyetujuinya, yaitu bahwa “jika seorang anak rusak ahlaknya, maka itu salah
ibunya tapi jika seorang anak rusak bajunya maka salahkanlah ayahnya” artinya
gini, peran ibu di dalam keluarga sangatlah penting, yaitu memberikan
pengajaran tentang ahlak yang baik, dan sang ayah disini di ukur secara materi
karena sang ayah memang tugas utamanya mencari nafkah untuk agar bisa mencukupi
kebutuhan sehari.
Tepatnya sehabis shalat jamaah isya’,
sesuai dengan permintaan adeku tadi, ibu ngajakin aku dan adeku jalan-jalan,
yaitu ke alun-alun, karena kebetulan hari ini juga malam jum’at kliwon jadi di
alun-alun ada tradisi yang namanya “Kliwonan”, yaitu adanya kumpulan orang yang
berjualan baik itu makanan, pakaian, satwa, fauna, dll. Tapi satu tempat yang
yang sudah pasti di datangi ibu adalah penjual buku-buku bekas. Buku-buku
tersebut di jual di atas 1 lembar koran yang di jadikan alasnya. Nah untuk ibu
sendiri saya masih ingat sampai saat ini, beliau pasti membeli majalah bekas
yang isinya tentang kisah-kisah inspirasi, resep makanan, dan kisah tentang
para tokoh emansipasi wanita. Nah untuk adeku sendiri karena waktu itu masih
kelas 2 SD, iya hanya ngambil buku yang isinya gambar-gambar binatang, ya
semacam komik tentang kisah-kisah si kancil, tapi giliran mau di beli’in ia
pasti enggan membacanya. Nah kemudian aku sendiri karena waktu itu masih kelas
5 SD, aku hanya melihat buku dari covernya, jika di cover itu gambar menarik
menurut aku, pasti aku ambil kemudian aku buka-buka, tapi akupun masih ingat
buku pertama yang aku beli adalah buku yang berjudul “Hidayah”, yaitu buku yang
isinya kisah-kisah orang-orang yang berbuat jahat terus pada akhirnya kena
azab. Mulai dari ketika di kubur, kuburannya keluar kalajengking, ada yang di
kubur terus kuburannya meledak, dll. Dan disitu jugalah satu pelajaran penting
yang sampai saat ini masih aku pedomani, yaitu tentang pentingnya membaca. Karena
ibukupun pada waktu itu tidak menyuruhku untuk membaca, tapi ia memberikan
contoh. Dan ketika dirumah, di waktu istirahat setelah capek menjahit ibu
menggunakan waktu rehatnya untuk membaca. Dalam perkara itu aku mampu untuk
memetik satu pesan penting bahwa “satu contoh lebih baik dari pada sejuta
nasehat”.
Pelajaran yang bisa aku petik dari
kebersamaan bersama ibu memang sangatlah banyak, tapi satu di antaranya adalah
pentingnya membaca. Dan pelajaran itu aku pegang selama aku menjalani dalam
Sekolah Menengah Kejuruan. Tepatnya sewaktu kelas 2 aku cukup sering ke
perpustakaan sekolah, awalnya hanya belajar huruf steno dengan penjaga
perpustakaan yaitu sebut saja ibu sinta, ia wanita yang berpengaruh dalam dalam
kehidupan juga. Karena ia juga mengajarkan pentingnya membaca. Beliau sendiri
adalah alumni PGRI semarang. Karena ia pun sering bercerita tentang masa
lalunya kepada aku yang pada saat itu sedang membantu memasang buku dengan
sampul plastik.
Dan kebiasaan membacaku memuncak
sewaktu kelas 3, yaitu di saat ada jam tambahan. Hampir setiap hari aku tidak
pernah mengikutinya, karena aku hanya masuk di awalnya saja. Dan di hari-hari
selanjutnya aku sering pergi ke perpustakaan kabupaten. Akupun masih sangat
ingat saat itu aku sering bolos jam tambahan dan pergi ke perpustakaan bareng
temen sekelasku yaitu Hadi. Bukan karena dia juga suka membaca tapi lebih dari
itu karena dia punya motor yang bisa aku jadikan tebengan menuju ke
perpustakaan. Saat itu aku lebih suka pada buku-buku biografi. Mulai dari
biografinya albert einstein, newton, soekarno, dan tokoh-tokoh terkemuka
lainnya. Sementara hadi sendiri ia sering membaca majalah yang isinya updete
dunia olahraga, tapi satu olahraga yang dia gemari adalah olahraga lari karena
dia memang atlit lari yang pernah mewakili sekolahku dalam perlombaan antar
sekolah. Tapi hal yang tak pernah ia lewati yaitu tulisan yang ada di bagian
paling akhirnya pada majalah yaitu tentang ramalan bintang. Pada waktu itu hidupnya
sangat terpengaruh oleh apa yang ada di ramalan bintang itu. semisal sewaktu ia
telat sekolah terus di hukum lari mengelilingi lapangan, ia langsung ngomong ke
aku “Rif, ini bener kaya yang di katakan Romeo (Peramal bintang dalam majalah),
kemaren ia menulis bahwa Libra pada minggu-minggu ini akan mendapatkan musibah”.
Mendengar penjelasan Hadi, aku mengiyakannya. Itu demi menjaga persahabatan
kita, karena jika aku membatah ucapannya terus siapa lagi yang mau mengantarku
ke perpustakaan (ucapku dalam hati).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar