Minggu, 26 April 2015

Kebersaam Keluarga





Habis gelap terbitlah terang, itu adalah kata-kata mutiara dari Pahlawan wanita indonesia yaitu Ibu kita Kartini. Bukan hanya pahlawan indonesia saja tapi pahlawan di keluargaku juga pernah memberikan kata-kata mutiara yang masih teringat sampai saat ini. Ya dulu ibuku pernah berkata, “banyak-banyaklah membaca maka kamu akan bisa menulis, dan banyak-banyaklah menulis maka kamu akan ditulis”. Itulah pesan dari ibuku sewaktu beliau mengajaku ke alun-alun kota. Tepatnya pada malam jum’at keliwon. Sudah menjadi tradisi di kotaku itu setiap malam jum’at kliwon akan selalu ramai baik itu pedagang makanan, mainan, pakaian, tanaman, dll.
            Waktu itu memang hari pertama perpindahan rumah keluargaku dari kecamatan kandeman menuju karang asem. Aku sendiri waktu itu tidak begitu tau apa alasan kenapa orang tua mengajak pindah rumah. Tapi baik aku ,kakaku maupun adeku, kita semua sama, dimanapun kita berada yang penting tetap bersama. Walaupun pada saat itu jarak rumah menuju sekolah menjadi sangat jauh tapi itu tidak menjadi masalah karena ayahku sendiri menjadi guru ditempat aku sekolah jadi otomatis aku selalu berangkat ke sekolah bareng beliau dan adeku.
            Di hari pertama berada di rumah baru itulah aku merasa terjadi sesuatu yang beda. Aku tidak betah karena rumah yang sekarang lebih sempit. Dan disitulah peran seorang ibu dimulai, dimana beliau dengan rasa kepekaannya langsung mengajak aku dan adeku ke sungai yang tepat berada di sebelah rumah. Ibu dengan senyuman indahnya mengambil sandal jepit yang berada di tepi sungai dan di kasih benang pancing yang kemudian di kasihkan ke aku untuk di ceburkan ke sungai sebagai permainan perahu-perahuan. Walaupun akhirnya adeku iri dan menarik-narik sandal jepit bekas yang sedang aku mainkan tapi dengan bijak ibuku langsung memberikan solusi, yaitu ibuku mengambil bekas kulit kelapa yang bentuknya seperti bulan sabit dan seperti halnya sandal jepit tadi ibupun menalikan benang pancing di salah satu pucuknya. Dan selesailah permasalahan antara aku dan adeku. Ya mungkin itulah apa yang di sebut dengan “Bahagia itu sederhana”.
            Karena waktu hampir menjelang malam, ayah yang sedang membersihkan rumah dengan kakaku memanggil ibu yang sedang menemani aku dan adeku. Walaupun awalnya adeku enggan untuk masuk rumah tapi dengan rayuan ibuku yang penuh kasih adekupun terbujuk dengan santai. Namun adeku mau masuk rumah dengan satu syarat, yaitu nanti harus di ajak jalan-jalan. Dan ibu mendengar permintaan adeku, ibu hanya menjawab dengan senyuman. Itulah satu pelajaran besar dalam hal kecil yang bisa aku ambil dari ibuku, ia tidak banyak janji, ia cukup tersenyum, tapi soal pembuktian ibu sudah pasti mengupayakan dengan penuh antusias. Itulah kenapa ibu di beri gelar madrasah pertama, yaitu sekolah pertama bagi anak-anaknya. Ibulah yang mendidik kepribadian para anak-anaknya. Bahkan ada kata-kata bijak yang akupun menyetujuinya, yaitu bahwa “jika seorang anak rusak ahlaknya, maka itu salah ibunya tapi jika seorang anak rusak bajunya maka salahkanlah ayahnya” artinya gini, peran ibu di dalam keluarga sangatlah penting, yaitu memberikan pengajaran tentang ahlak yang baik, dan sang ayah disini di ukur secara materi karena sang ayah memang tugas utamanya mencari nafkah untuk agar bisa mencukupi kebutuhan sehari.
            Tepatnya sehabis shalat jamaah isya’, sesuai dengan permintaan adeku tadi, ibu ngajakin aku dan adeku jalan-jalan, yaitu ke alun-alun, karena kebetulan hari ini juga malam jum’at kliwon jadi di alun-alun ada tradisi yang namanya “Kliwonan”, yaitu adanya kumpulan orang yang berjualan baik itu makanan, pakaian, satwa, fauna, dll. Tapi satu tempat yang yang sudah pasti di datangi ibu adalah penjual buku-buku bekas. Buku-buku tersebut di jual di atas 1 lembar koran yang di jadikan alasnya. Nah untuk ibu sendiri saya masih ingat sampai saat ini, beliau pasti membeli majalah bekas yang isinya tentang kisah-kisah inspirasi, resep makanan, dan kisah tentang para tokoh emansipasi wanita. Nah untuk adeku sendiri karena waktu itu masih kelas 2 SD, iya hanya ngambil buku yang isinya gambar-gambar binatang, ya semacam komik tentang kisah-kisah si kancil, tapi giliran mau di beli’in ia pasti enggan membacanya. Nah kemudian aku sendiri karena waktu itu masih kelas 5 SD, aku hanya melihat buku dari covernya, jika di cover itu gambar menarik menurut aku, pasti aku ambil kemudian aku buka-buka, tapi akupun masih ingat buku pertama yang aku beli adalah buku yang berjudul “Hidayah”, yaitu buku yang isinya kisah-kisah orang-orang yang berbuat jahat terus pada akhirnya kena azab. Mulai dari ketika di kubur, kuburannya keluar kalajengking, ada yang di kubur terus kuburannya meledak, dll. Dan disitu jugalah satu pelajaran penting yang sampai saat ini masih aku pedomani, yaitu tentang pentingnya membaca. Karena ibukupun pada waktu itu tidak menyuruhku untuk membaca, tapi ia memberikan contoh. Dan ketika dirumah, di waktu istirahat setelah capek menjahit ibu menggunakan waktu rehatnya untuk membaca. Dalam perkara itu aku mampu untuk memetik satu pesan penting bahwa “satu contoh lebih baik dari pada sejuta nasehat”.
            Pelajaran yang bisa aku petik dari kebersamaan bersama ibu memang sangatlah banyak, tapi satu di antaranya adalah pentingnya membaca. Dan pelajaran itu aku pegang selama aku menjalani dalam Sekolah Menengah Kejuruan. Tepatnya sewaktu kelas 2 aku cukup sering ke perpustakaan sekolah, awalnya hanya belajar huruf steno dengan penjaga perpustakaan yaitu sebut saja ibu sinta, ia wanita yang berpengaruh dalam dalam kehidupan juga. Karena ia juga mengajarkan pentingnya membaca. Beliau sendiri adalah alumni PGRI semarang. Karena ia pun sering bercerita tentang masa lalunya kepada aku yang pada saat itu sedang membantu memasang buku dengan sampul plastik.
            Dan kebiasaan membacaku memuncak sewaktu kelas 3, yaitu di saat ada jam tambahan. Hampir setiap hari aku tidak pernah mengikutinya, karena aku hanya masuk di awalnya saja. Dan di hari-hari selanjutnya aku sering pergi ke perpustakaan kabupaten. Akupun masih sangat ingat saat itu aku sering bolos jam tambahan dan pergi ke perpustakaan bareng temen sekelasku yaitu Hadi. Bukan karena dia juga suka membaca tapi lebih dari itu karena dia punya motor yang bisa aku jadikan tebengan menuju ke perpustakaan. Saat itu aku lebih suka pada buku-buku biografi. Mulai dari biografinya albert einstein, newton, soekarno, dan tokoh-tokoh terkemuka lainnya. Sementara hadi sendiri ia sering membaca majalah yang isinya updete dunia olahraga, tapi satu olahraga yang dia gemari adalah olahraga lari karena dia memang atlit lari yang pernah mewakili sekolahku dalam perlombaan antar sekolah. Tapi hal yang tak pernah ia lewati yaitu tulisan yang ada di bagian paling akhirnya pada majalah yaitu tentang ramalan bintang. Pada waktu itu hidupnya sangat terpengaruh oleh apa yang ada di ramalan bintang itu. semisal sewaktu ia telat sekolah terus di hukum lari mengelilingi lapangan, ia langsung ngomong ke aku “Rif, ini bener kaya yang di katakan Romeo (Peramal bintang dalam majalah), kemaren ia menulis bahwa Libra pada minggu-minggu ini akan mendapatkan musibah”. Mendengar penjelasan Hadi, aku mengiyakannya. Itu demi menjaga persahabatan kita, karena jika aku membatah ucapannya terus siapa lagi yang mau mengantarku ke perpustakaan (ucapku dalam hati).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar