(Sultan Sedang Tidur) Cipt. Ahmad Ariefuddin
Foto by Negerilangit Photography
Inilah mantan ibu
kota Indonesia
Dimana sopan santun
jadi kebiasaan
Asih asah asuh jadi filosofi
kehidupan
Dan toleransi jadi pedoman
keseharian
Maka tak heran
keistimewaan di sandang
Sultan yang menjadi
junjungan
Pemimpin yang selalu
di banggakan
Tahta untuk rakyat di
jadikan slogan
Rakyat yang tak butuh
kekayaan
Karena tujuannya
adalah kecukupan
Istimewa negerinya
juga rakyatnya
Senyuman yang selalu
di jadikan sandang
Miniatur Indonesia
menjadi piala citra
Karena hakikatnya
adalah kebahagiaan hidup
Dengan dalil hidup Cuma
numpang minum
Hidup itu harus
bermanfaat
Nasehat Kiayi Sunan
Kalijaga
Dalang wayang purwa
yang kondang
Pencipta lagu
ilir-ilir
Yang tetap terjaga
seperti air yang mengalir
Sultan......
Kini keistimewaan
terus terhimpit
Oleh cara berfikir
materialistik
Mall yang menyediakan
barang kesenangan
Beda dengan pasar
yang menyediakan barang kebutuhan
Tangan keistimewaan
telah terikat dengan kencang
Oleh para oknum dari
pemerintahan merah putih
Dengan dalih
investasi demi kemajuan
Mereka melupakan
kearifan lokal
Yang sudah mulai
hilang di telan zaman
Mulut keistimewaan
telah d bungkam
Oleh para pemodal
yang tak pernah kecukupan
Hotel-hotel di
dirikan demi kesenangan duniawi
Sogokan-sogokan yang
menjadi inspirasi
Terus mereka upayakan
demi kesenangan
Hidung keistimewaan
mulai susah bernafas
Terganggu asap tebal
bus trans jogja
Asap yang hitam pekat
bagai tinta pena
Padahal dana
perbaikan terus mengalir
Tapi entah ke saku siapa
aliran rupiah itu
Mata keistimewaan
mulai buram
Dengan kemacetan yang
semakin memanjang
Banjir yang mulai
menampakan perhatian
Pendakwah halal-haram
yang berkeliaran
Serta cendikiawan
tanpa moral yang bertebaran
Kini keistimewaan
terus merungkuk kesakitan
Memanggil Sultan yang
menjadi panutan
Sakniki Sultan taseh
nopo (Sekarang Sultan sedang apa)
Nopo Sultan taseh
sare? (Apa Sultan sedang tidur)
Taman Budaya
Yogyakarta
22 Juni 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar