Senin, 01 Juni 2015

Konflik kelompok Gus Dur VS kelompok Abu Hasan





Konflik antara Gus Dur dan Abu Hasan tergolong konflik patron-klien karena Abu Hasan semula di bawah kepemimpinan Gus Dur. Akan tetapi setelah muktamar di Cipasung, Abu Hasan membuat kelompok baru atau klien baru untuk menandingi kelompok Gus Dur sebagai patron lama.
Perjalanan sejarahlah yang akhirnya mendukung Gus Dur sebagai tokoh yang menyandang simbol pejuang dan tokoh arus bawah, sehingga para pengikutnya kemudian menjulukinya sebagai "pejuang" civil society. Sementara ketokohan Abu Hasan sebagai penyandang dana NU dianggap simbol intervensi negara (state), karena ia didukung oleh pemerintah rezim soeharto dan TNI. Menurut Salahudin Wahid, Abu Hasan bukan state tetapi alat pemerintah orde baru untuk melawan Gus Dur. Ia didukung oleh pemerintah. Kalau tidak ada Abu Hasan , maka cabang-cabang NU akan memilih Fahmi Saifuddin 9asisten menteri koordinator kesejahteraan rakyat, dan putra mantan sekretaris jendral NU dan Menteri Agama, K.H. Saifuddin Zuhri), dan cabang yang mendukung Gus Dur sebagian akan mendukung Fahmi. Para ulama dan pengurus juga tidak setuju kalau Abu Hasan menjadi ketua umum, tetapi ketika Abu Hasan menjadi pemenang kedua, pihak Abu diharap diakomodasi dalam kepengurusan, walaupun kepentingan serta pandangan Abu Hasan berbeda dengan Gus Dur. Itulah tradisi NU yang tunduk pada keputusan Muktamar, yang terdiri dari para ulama, sebagai lembaga permusyawarahan tertinggi di PBNU karena dalam tradisi NU, jika ulama sudah memutuskan sesuatu maka semua harus patuh.
Selain itu, beberapa tokoh NU termasuk salahudin juga tidak setuju kalau Gus Dur menjadi ketua umum PBNU, dengan pertimbangan: pertama, anggaran dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART), menempatkan Rais 'Aam menempati tokoh yang paling berpengaruh. Kenapa tidak menempatkan tokoh yang paling berpengaruh pada posisi yang kuat. Kalau Gus Dur menjadi ketua Umum, Rais 'Aam tidak akan mampu mengendalikan Gus Dur. Kedua, Gus Dur adalah seorang pemikir luar biasa (visioner) ke depan, tetapi ia bukan orang yang tepat untuk pekerjaan manajerial. Ketiga, kalu kita pilih Gus Dur lagi, kita akan tetap tergantung pada Gus Dur. Jika Fahmi terpilih menjadi ketua umum PBNU, kita tidak tergantung pada Gus Dur karena Fahmi lebih mengedepankan sistem, bukan mengedepankan tokoh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar