Konflik antara Gus Dur dan Abu Hasan
tergolong konflik patron-klien karena Abu Hasan semula di bawah kepemimpinan
Gus Dur. Akan tetapi setelah muktamar di Cipasung, Abu Hasan membuat kelompok
baru atau klien baru untuk menandingi kelompok Gus Dur sebagai patron lama.
Perjalanan sejarahlah yang akhirnya
mendukung Gus Dur sebagai tokoh yang menyandang simbol pejuang dan tokoh arus
bawah, sehingga para pengikutnya kemudian menjulukinya sebagai
"pejuang" civil society. Sementara ketokohan Abu Hasan sebagai
penyandang dana NU dianggap simbol intervensi negara (state), karena ia
didukung oleh pemerintah rezim soeharto dan TNI. Menurut Salahudin Wahid, Abu
Hasan bukan state tetapi alat pemerintah orde baru untuk melawan Gus Dur. Ia
didukung oleh pemerintah. Kalau tidak ada Abu Hasan , maka cabang-cabang NU
akan memilih Fahmi Saifuddin 9asisten menteri koordinator kesejahteraan rakyat,
dan putra mantan sekretaris jendral NU dan Menteri Agama, K.H. Saifuddin
Zuhri), dan cabang yang mendukung Gus Dur sebagian akan mendukung Fahmi. Para
ulama dan pengurus juga tidak setuju kalau Abu Hasan menjadi ketua umum, tetapi
ketika Abu Hasan menjadi pemenang kedua, pihak Abu diharap diakomodasi dalam
kepengurusan, walaupun kepentingan serta pandangan Abu Hasan berbeda dengan Gus
Dur. Itulah tradisi NU yang tunduk pada keputusan Muktamar, yang terdiri dari
para ulama, sebagai lembaga permusyawarahan tertinggi di PBNU karena dalam
tradisi NU, jika ulama sudah memutuskan sesuatu maka semua harus patuh.
Selain itu, beberapa tokoh NU termasuk
salahudin juga tidak setuju kalau Gus Dur menjadi ketua umum PBNU, dengan
pertimbangan: pertama, anggaran dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART),
menempatkan Rais 'Aam menempati tokoh yang paling berpengaruh. Kenapa tidak
menempatkan tokoh yang paling berpengaruh pada posisi yang kuat. Kalau Gus Dur
menjadi ketua Umum, Rais 'Aam tidak akan mampu mengendalikan Gus Dur. Kedua,
Gus Dur adalah seorang pemikir luar biasa (visioner) ke depan, tetapi ia bukan
orang yang tepat untuk pekerjaan manajerial. Ketiga, kalu kita pilih Gus Dur
lagi, kita akan tetap tergantung pada Gus Dur. Jika Fahmi terpilih menjadi
ketua umum PBNU, kita tidak tergantung pada Gus Dur karena Fahmi lebih
mengedepankan sistem, bukan mengedepankan tokoh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar