Pengaruh ketokohan Gus Dur baik dalam
tubuh NU maupun di luar NU sangat besar. Setidaknya ada dua unsur pokok yang
mendukung ketokohan Gus Dur di arena politik yaitu, unsur "keturunan darah
biruserta pendiri NU" dan unsur "kemampuan menerima semua
kalangan".
Pertama, yang paling menonjol dari
popularitas adalah unsur "keturunan darah biru serta pendiri NU" ,
sebagai keturunan Brawidjaja IV dan salah satu cucu pendiri NU, Hadratus Syekh
K.H Muhammad Hasyim Asy'ari dari jalur bapak, dan juga cucu dari K.H. Bisri
Syansuri dari jalur Ibu.
Adapun silsilah Gus Dur dapat diikuti
sebagai berikut; K.H. Hasyim Asy'ari adalah cicit laki-laki dari Kiai Sichah,
juga pendiri pesantren Tambakberas. Pada waktu itu banyak santri dididik oleh
mereka. K.H. Asy'ari, ayah dari K.H. Hasyim Asy'ari, menikah dengan Halimah,
putr kiai Ustman, pendiri Pesantren Gedang. Mereka melahirkan K.H. Hasyim
Asy'ari juga menikah dengan Ny.Khadijah, putri Kiai Ya'kub, pengasuh Pesantren
Siwalan, tetapi istri pertama meninggal di Mekah. Kiai Hasyim menurunkan 15
anak termasuk K.H. Wahid Hasyim yang pernah menyusun naskah pembukaan UUD 1945
dan juga pernah menjadi Ketua Muda NU dan Menteri Agama pada tahun 1952. Gus
Dur adalah anak dari K.H. Wahid Hasyim dan Hj. Solichah. Hj. Solichah adalah
anak kandung dari Ny. Khadijah (adiknya K.H. Wahab Hasbullah) dan K.H. Bisri
Syansuri yang juga salah satu pendiri NU. Kiai Ustman, ayahnya Kiai Asya'ari,
menikah dengan putri pertama dari K.H. Sichah, sedangkan K.H. Said, ayah K.H. Hasbullah,
menikah dengan putri kedua dari K.H. Sichah. K.H. Wahab Hasbullah (pendiri NU)
dilahirkan dari K.H. Hasbullah dan Fatimah, putri kedua dari K.H. Sichah.
Dengan demikian, Gus Dur berhubungan darah
dengan tiga tokoh pendiri NU yang
mempelopori terbentuknya NU, masing-masing; K.H. Hasyim Asy'ari, K.H. Wahab
Hasbullah, dan K.H. Bisri Sansuri. Jadi, unsur darah biru dan cucu dari pendiri
NU sangat populer. Bukan hanya cucu dari K.H. Hasyim Asy'ari saja, tetapi Gus
Dur juga diperkaitkan dengan tiga pendiri NU. Jika dilihat dari jalur buyut
perempuan, Gus Dur adalah keturunan keduabelas dari Prabu Brawijaya VI, dan
jika dilihat dari jalur ayahnya ia adalah keturunan kesembilan dari Ki Ageng
Pamanahan, Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir). Dalam tradisi NU, hal itu cukup
kuat untuk dijadikan dalil popularitas Gus Dur , dan sekaligus penghormatan
atau kepatuhan yang tinggi komunitas NU terhadap Gus Dur karena tradisi NU
sangat mengkultuskan seseorang. Gus Dur juga termasuk.
Kedua, kemampuan merima semua kalanangan.
Gus Dur dianggap selalu berposisi jalan tengah. Hal itu dapat dilihat
setidaknya dari aspek proses pendidikan yang dilalui Gus Dur sejak masa kecil.
Seja kecil Gus Dur telah diperkenalkan oleh ayahnya kepada para politisi, tokoh
agama, dan berbagai kelompok, dia berpengalaman pendidikan di Timur Tengah dan
Eropa, belajar musik, kebudayaan dan sebagainya. Ia pernah tinggal di rumah
pemimpin modernis, yaitu K.H. Junaidi, anggota Majelis Tarjih Muhammadiyah pada
waktu sekolah SMEP. Setelah tamat ia belajar di beberapa pondok pesantren , di
antaranya PP.Tegalrejo, PP.Tambakberas, PP.Krapyak. Sejak tahun 1964, ia
belajar di Ma'had 'All Dimsat ai-Islamiyah di Universitas Al-Azhar, Kairo.
Waktu itu dia belajar berbagai bidang ilmu seperti film, olahraga, pertukaran
pikiran/debat, diskusi dan sebagainya. Dari Kairo ia pindah ke Baghdad. Ia
belajar sastra, kebudayaan Arab, filsafat Eropa dan teori-teori sosial sampai
tahun 1970. Hal itu dimungkinkan karena sistem Universitas di Baghdad mirip
denga sistem Eropa. Kemudian ia ingin melanjutkan studi di Eropa dan Kanada,
tapi tidak kesampaian, dan kemudian kembali ke pondok pesantren di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar