Alkisah,
di depan pintu surga kelak menurut Nabi SAW. Akan ada empat manusia yang hendak
masuk surga terlebih dahulu. Dasar manusia, mereka saling berbuat siapa yang
mula-mula berhak masuk surga pertama kali. Karena Malaikat Ridlwan tidak dapat
mengambil keputusan, turunlah Malaikat Jibril ditugaskan sebagai hakim. Di
antara mereka yang ingin masuk surga terlebih dahulu ialah Pahlawan yang
berjihad di jalan Allah, orang kaya yang dermawan, haji yang mabrur, dan orang
alim yang saleh.
Salah
satu dari mereka di panggil ke muka dan di tanya, “Dengan sebab apa engkau akan
masuk surga tanpa disiksa?”
Orang
itu menjawab, “Saya seorang pahlawan yang mati syahid di medan perang karena
membela agama.”
Jibril
berkata, “Dari mana kau tahu bahwa pahlawan yang mati syahid bakal masuk surga
tanpa dihisap?”
Pahlawan
menjawab, “Dari guru saya, orang alim.”
“Kalau
begitu, jagalah akhlak yang baik. Biarkan gurumu yang alim itu masuk surga
lebih dahulu,” ucap Malaikat Jibril.
Pahlawan
itupun menunduk menyadari ketidaksopanannya.
Lalu
dipanggil pula haji mabrur, yang ikhlas dan tidak cacat dalam melaksanakan
ibadahnya. Ia di tanya oleh jibril, “Siapa engkau? Dan apa amal baikmu di dunia
hingga mau masuk surga lebih dulu?’
Haji
itu menjawab,”Saya seorang haji yang mabrur. Sesuai dengan janji Rasulullah,
tidak balasan yang setimpal bagi saya kecuali surga.
“Betul,
begitulah janji Nabi bahkan sejalan dengan wahyu Allah. Tetapi, dari mana
engkau tahu bahwa Rasulullah pernah berjanji seperti itu?”
“Dari
guru saya, orang alim,” sahut sang haji.
“Dari
orang alim itu katamu? Mengapa engkau tidak menjaga adab dengan membiarkan
orang alim itu masuk surga terleih dahulu?”
Haji
itupun mundur menginsyafi kekeliruannya. Sesudah itu maju pula orang kaya yang
dermawan, yang sebagian banyak hartanya disedekahkan di jalan kebaikan.
“Engkau
ingin yang pertama masuk surga? “Tanya jibril
“Benar.
Saya mau masuk surga duluan, karena itu merupakan hak saya.”
“Apa
yang kamu lakukan di dunia ketika engkau masih hidup hingga punya argumen
seperti itu?” tanya Jibril lagi.
“Saya
adalah seorang hartawan. Kekayaan saya itu saya dapatkan melalui jalan yang
halal, saya pperoleh dengan kerja keras dan berhemat. Tetapi, sesudah terkumpul
banyak, harta saya tidak saya pergunakan secara foya-foya di tempat maksiat,
dan tidak juga hanya saya belanjakan untuk diri sendiri serta keluarga saya,
tetapi sebagian besar saya belanjakan untuk menolong masyarakat, untuk
menunjang kebaikan dan berjuang di jalan Allah.”
“Dari
siapa engkau mendapat tahu bahwa semua yang kau lakukan itu akan di ganjar
dengan masuk surga tanpa diperiksa?” tanya Jibril dengan tegas
“Dari
orang alim, guru saya” Jawab si hartawan
“Dari
orang alim?”
“Betul.”
“Jadi,
kenapa orang alim yang sudah mengajarimu dengan kebaikan dan kebenaran tidak
kau biarkan masuk surga lebih dahulu sebagai tanda terima kasihmu kepadanya?”
“maaf,
saya tadi khilaf. Sekarang saya sadar. Saya rela masuk surga paling belakang.
Biarlah yang alim itu masuk surga.”
“Nah,
begitulah sepatutnya,” Ujar Malaikat Jbril.
Maka
orang kaya itu segera mundur dan orang ali itu di persilahkan masuk surga lebih
dahulu. Namun dasar orang yang salih, ia tetap setya kepada ilmu yang di
dalaminya, yaitu harus mengalah dan rendah hati. Dengan segala keikhlasanya
orang alim itu berkata:
“Maaf,
tuan-tuan dan maaf para malakat yang bijaksana. Sebagai guru dan orang alim
yang salih saya tidak akan dapat belajar da mengajar dengan tenang apabila
tidak ada pahlawan yang rela mati syahid. Saya tidak akan memperoleh pahala
yang terus menerus jika murid saya yang haji ini tidak mengamalkan ilmu saya
secara benar. Dan saya , pahlawan serta haji mabrur tidak akan dapat memperoleh
keleluasaan beribadah serta mengajarkan ilmu saya apabila tidak ada
kedermawanan orang kaya yang mau membiayai tentara berangkat perang, yang mau
menyediakan kelapangan bagi perjalanan haji, yang mau membangun madrasah,
tempat-tempat pengajian agama, penyantunan anak-anak yatim, serta macam-macam
kebaikan lainnya. Semua itu mustahil terwujud apabila tidak ada orang kaya yang
dermawan. Karena itu, biarlah orang kaya ini yang masuk kaya terlebih dahulu,
disusul oleh pahlawan, kemudian haji mabrur, dan izinkanlah saya masuk surga
paling penghabisan.”
Akhirnya
diputuskan oleh Malaikat Jibril sebagaimana yang di usulkan oleh orang alim
itu, yakni hartawan yang dermawan itulah yang masuk surga terlebih dahulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar