Minggu, 20 September 2015

Ide sederhana (diary)


                Yogyakarta adalah satu-satunya daerah di Indonesia dengan predikat Istemewa. Dan tentu saja predikat keistimewaan itu bisa di lihat dari daerah ataupun orangnya atau masyarakatnya seperti yang ada dalam liriknya lagu “Jogja Istimewa” yang di ciptakan oleh Jogja HipHop Foundation yaitu “Jogja jogja, jogja istimewa, istimewa negerinya istimewa orangnya. Dan salah satu dari keistimewaan kota Yogyakarta adalah dengan julukannya sebagai Kota Pelajar. Dan jika berbicara tentang pelajar itu tidak bisa dilepaskan dengan membaca. Dan ketika membicarakan tentang membaca yang tersirat dalam benak adalah perpustakan.
                Di dalam tulisan ini penulis akan menceritakan tentang sebuah ide yang muncul secara spontan di dalam perpustakan Kota Yogyakarta yang berada di Jl. Suroto No.9 Kotabaru, Yogyakarta. Hari itu tepatnya hari minggu 20 September 2015. Ya perpustakaan kota yang letaknya tak jauh dari toko buku Gramedia ini memang buka seminggu full. Dan untuk fasilitas sendiri sudah termasuk paling baik. Bukan hanya sekedar menyediakan bermacam-macam buku, tapi juga ada fasilitas free Wifi, Kantin, ruangan baca khusus anak-anak dll.
                Tepatnya sabtu malam tanggal 19 september 2015, penulis mendapat telvon dari pihak perpustakaan untuk bisa hadir dalam diskusi yang akan di adakan oleh pihak perpustakaan kota. Pada awalnya saya sendiri heran kenapa saya da suruh datang mengikuti diskusi, sementara saya sendiri tidak tahu diskusi apa yang akan dilakukan pihak perpustakaan sehingga harus meminta saya untuk hadir. Dan untuk menjawab keheranan saya itu, minggu pagi tepat pukul 08.00 saya sampai di perpustakaan sesuai dengan apa yang di minta oleh pihak perpus. Di pintu masuk perpustakaan saya menemui mas adit bagian receptionis. Belum juga saya menanyakan tentang kenapa pihak perpustakaan memanggil saya , mas adit langsung berkata “Sudah di tunggu di ruang diskusi mas”. Dengan wajah masih kebingungan saya langsung menuju ke ruang diskusi. Sampai di dalam ternyata di situ sudah di tunggu oleh beberapa staf dari pihak perpustakaan. Dan setelah di persilahkan duduk, Pak edi staf arsip perpustakaan kota yogyakarta yang sedang memimpin rapat diskusi langsung berkata. “Selamat datang mas arif, begini mas arif, kami sengaja melakukan diskusi disini dan secara khusus mengundang mas arif datang karena ini sebagai bentuk pertanggung jawaban pihak perpustakaan pihak perpustakaan atas kritik dan saran yang pernah di tulis mas arif kepada pihak perpustakaan yaitu dimana mas arif meminta di buat tempat ruangan khusus untuk diskusi, belajar kelompok, seminar yang disitu di sediakan proyektor. Dan disitu mas arif juga memberikan saran agar menggunakan salah satu sudut di lantai 2 yang terlihat kurang bermanfaat untuk di jadikan tempat itu.
                Mendapat penjelasan panjang lebar dari Pak Edi akhirnya saya baru sadar ternyata ini bentuk apresiasi dari pihak perpustakaan yogyakarta atas kritik dan saran yang pernah saya tulis dan saya masukan di dalam kotak kritik dan saran yang ada di pintu masuk perpustakaan. Walaupun saya masih tidak menyangka kalau kritik dan saran yang pernah saya tulis itu bakal di apresiasi seperti ini, karena waktu itu saya sendiri menulis kritik dan saran itu dalam keadaan masih marah karena saya masih membuat tugas di salah satu meja di lantai 1 ,tepat di sebelah saya ada sekelompok anak berseragam SMA yang nampaknya sedang kerja kelompok tapi dengan suara yang keras yang membuat orang-orang disekitarnya menjadi terganggu, sampai akhirnya saya harus pindah ke lantai 2. Dan saya melihat di satu sudut di lantai 2 terlihat sangat kurang terpakai karena ruangannya sendiri cukup luas tapi hanya di pakai untuk ruangan baca anak-anak dan beberapa meja untuk membaca. Dari situlah terbesit untuk memberi kritik dan saran itu.
                Kembali ke dalam ruangan diskusi, Mbak mega staf bendahara perpustakaan berkata: Begini mas arif, sebenarnya kritik dan saran mas arif itu sudah di diskusikan oleh pihak perpustakaan sejak lama, dan alhamdulilah proposal dari pihak perpustakaan pun sudah selesai, nah disini kami dari pihak perpustakaan mengundang mas arif sebagai orang yang sudah memberikan saran ini untuk memberikan nama untuk ruangan ini, dari pihak perpustakaan sendiri memberikan 3 pilihan yaitu:
1.       Ruang Diskusi pelajar
2.       Ruang Diskusi Perpustakaan
3.       Ruang Diskusi
Nah sebagai bentuk apresiasi kami dari pihak perpustakaan memberikan hak preogatif untuk kepada mas arif untuk memilih dari ketika nama tersebut (lanjut mba mega)
                Di ruangan itu saya belum bicara sepatah kata, tapi entah kenapa saya sudah di berikan hak preogatif seperti itu. menarik nafas dalam-dalam saya mencoba menjawab pertanyaan itu.
                “Sebelumnya saya mengucapkan terimakasih atas apresiasinya, nah untuk pertanyaan itu sendiri semisal saya memberikan nama lain kira-kira boleh tidak ya? (saya ajukan pertanyaan sambil menatap wajah mba mega)
                Silahkan boleh mas (saut pak edi)
                Owh, yaudah monggo mas (sambung mba mega)
                “semisal ruangan itu diberi nama Raisa gimana? “
                Belum juga saya menjelaskan tapi ruangan diskusi yang sebelumnya berjalan tenang tiba-tiba langsung riuh dengan tawa. Saya sendiri jadi agak canggung, sampai akhirnya saya kembali melanjutkan pembicaraan.
                “begini Pak/Bu , dalam 3 nama yang di ajukan tadi kurang enak di dengar, pertama Ruang Diskusi Pelajar, kata pelajar seolah-olah hanya di tujukan untuk pelajar saja. Kedua, Ruang Diskusi Perpustakaan, di situ kata perpustakaan terlihat umum. Ketiga, Ruang Diskusi, itu malah lebih monoton. Jadi saya mengajukan agar ruangan itu diberi nama RAISA yang artinya Ruang Diskusi Bersama.
                Lagi-lagi ruang diskusi yang sudah tenang langsung riuh dengan tawa riya. Dan sampai akhirnya baik Pak Edi maupun Mbak mega serta semua staf setuju dengan ide yang saya berikan itu.
Walaupun namanya RAISA terdengar aneh karena saya sendiri mendapat ide itu setelah teringat dengan sosok Raisa seorang penyanyi Jazz yang fotonya saya jadikan foto sampul saat diskusi sedang berjalan.


Begitulah cerita di balik terbentuknya ruang RAISA yang sampai sekarang terus di pakai oleh para pengunjung perpustakaan Kota Yogyakarta, bahkan hampir setiap hari ruangan itu hampir tidak ada jeda untuk di pakai baik oleh pelajar, mahasiswa, dan pengunjung dari organisasi umum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar