Kamis, 28 Mei 2015

“Diam Itu Mas” dari Sultan


 

                Setelah Sri Sultan HB IX wafat pada 1988, jabatan Gubernur DIY dipegang oleh Sri Paku Alam VIII sampai sepuluh tahun kemudian. Padahal, KGPH Mangkubumi sudah dinobatkan menjadi Sri Sultan HB X pada 7 maret 1989. Menurut ketentuan, Gubernur Kepala Daerah DIY adalah Sri Sultan yang sedang berkuasa atau bertahta. Kenyataannya, sampai Presiden Soeharto lengser pada 1998, Sri Sultan HB X tidak ditetapkan menjadi Kepala Daerah DIY.

                Selama masa itu, Sri Sultan HB X tidak banyak berkomentar. Ayahandanya memang pernah mengingatkannya supaya tidak mempunyai ambisi apa pun, kecuali ambisi untuk menyejahterakan rakyat. Ayahandanya juga pernah mengingatkan supaya ia tidak berprasangkan buruk atau menjadi iri hati dengan orang lain. Karena itulah, maka Sri Sultan HB X memilih berdiam diri dan tidak memiliki negative thinking sekalipun Pemerintah seolah tidak memedulikan haknya untuk menjadi pemimpin DIY.

                Dan ternyata diam itu emas. Ketika sudah tiba masa dan waktunya, Sri Sultan HB X justru menjadi pemimpin bukan hanya di Yogya namun juga berdampak di tingkat nasional. Orang menyebut dan menyanjungnya sebagai seorang tokoh reformasi nasional. Kemenangan gemilang itu terjadi bukan karena kekuatannya dan juga tidak dalam rangka merendahkan orang lain yang memusuhinya, tepat seperti ungkapan nglurung tanpa bala, menang tanpa ngasorake. Kemenangannya bukan karena ia membela diri atau meninggikan diri, namun karena pengakuan dan aspirasi rakyat.

                Itulah yang terjadi. Sri Sultan HB X akhirnya melenggang ke kursi Gubernur DIY bukan karena ia gencar mempromosikan diri. Rakyatlah yang bergerak untuk mengukuhkan dia menjadi pemimpin. Itu merupakan sebuah kemenangan yang anggung khas Jawa.

 
Ahmad Ariefuddin

Pesan Syaikh Abdul Qadir Jailani



                Beliau berkata : “Wahai anakku! Sesungguhnya musibah tidak datang untuk menghancurkanmu. Ia datang hanya untuk menguji kesabaran dan keimananmu, sebagaimana sabda Rasulullah Saw “Kesucian adalah sebagian dari keimanan”. Ucapan alhamdulilah memenuhi timbangan, subhanallah dan alhamdulilah memenuhi apa yang ada di langit dan bumi. Shalat adalah cahaya dan sedekah adalah bukti. Sabar adalah pelita, Al-Quran adalah hujjah yang membenarkan atau yang menentang kamu. Semua orang pada waktu pagi menjual dirinya, ada yang membebaskan (dari neraka) dan ada pula yang membinasakan dirinya (dengan murka Allah). Nabi Saw juga bersabda “ Sesungguhnya Allah Taala jika mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka. Barang siapa ridha, maka keridhaan itulah baginya, dan barang siapa benci, maka kebencian itulah baginya”.

Keimanan menurut Syaikh Abdul Qadir Jailani


 

                Iman adalah mengucapkan dengan lisan, mengetahui dengan hati, dan mengamalkan dengan anggota tubuh. Iman akan bertambah karena ketaatan, dan berkurang karena kemaksiatan. Iman akan bertambah dengan ilmu, dan melemah dengan kebodohan. Setiap iman adalah islam, tetapi tidak setiap islam adalah iman, karena adakalanya seseorang memeluk islam dengan alasan dia takut dibunuh. Iman akan bertambah setelah seseorang benar-benar mengerjakan perintah Allah, menjauhi larangan-Nya, menerima takdir-Nya, meninggalkan hal-hal yang menjauhkan dari rahmat Allah, dan membuang keraguan atas janji-Nya. Jika hanya dengan shalat dan shaum (puasa), iman tak akan pernah bertambah pesat.

Kasultanan Yogyakarta


Asal Usul Otoritas Daerah Istimewa Yogyakarta

                Ketika bergabung dengan Republik Indonesia, Sri Sultan HB IX adalah Raja Kasultanan Yogyakartaa dan Sri PA VIII adalah Raja Kadipaten Pakualaman. Kepemimpinan mereka merupakan status yang diperoleh dari warisan (ascribed status) orang tua mereka yang adalah juga raja dari dua projo kejawen tersebut. Kasultanan Ngayogyokarto Hadiningrat sudah berdiri sejak 1755. Sedangkan Kadipaten Pakualaman sudah berdiri sejak 1813.

                Untuk mendapatkan gambaran tentang kepemimpinan Sri Sultan, maka perlu sedikit dipaparkan bagaimana otoritas itu terpelihara dari generasi ke generasi. Pertama tentu saja ialah:

1.       Sri Sultan HB I (1755-1792)

Beliau mempunyai nama kecil B.R.M. Sudjono. Setelah dewasa, sebelum naik tahta, HB I mempunyai nama Bendara Pangeran Hario (B.P.H) Mangkubumi. Filsafat, Ilmu kemiliteran, dan Ilmu pemerintahan lama ditekuninya. Meskipun ia seorang pejuang yang melawan penjajah dengan gagah berani, jiwa seninya sangat kuat. Beberapa karya seninya adalah tarian Beksan Lawung, tarian Wayang Wong, tarian Eteng, seni wayang Purwo, dan seni arsitektur keraton Yogyakarta.

2.       Sri Sultan HB II (1792-1812 dan 1826-1828)

Beliau mempunyai nama lain yaitu Sultan Sepuh dan nama kecilnya adalah Gusti Raden Mas Sundoro. Raja yang nasionalis ini berani menentang penjajah. Ia tidak segan-segan menjuluki Gubernur Jenderal Daendeles sebagai orang yang tidak tahu adat dan melanggar tata krama. Karena sikapnya yang anti kolonialisme itu, HB II sempat dibuang ke pulau Pinang dan Ambon.

3.       Sri Sultan HB III (1812-1814)

Beliau mempunyai nama kecil Gusti Raden Mas Surayo. Beliau adalah ayah dari Pangeran Diponegoro, seorang pahlawan legendaris. Ia menempati petuah ayahnya (HB II) untuk bersikap anti kolonialisme. Namun, pada masa penjajahan Inggris di Indonesia, HB III terdesak. HB III terpaksa harus melepaskan haknya atas tanah-tanah di kedu, Pacitan, Japan, Jipan, dan Grobogan. HB III hanya bertahta selama dua tahun karena meninggal pada usia 43 tahun.

4.       Sri Sultan HB IV (1814-1823)

Beliau mempunyai nama kecil G.R.M. Ibnu Jarot diangkat menjadi Sultan HB IV saat masih berusia 13 tahun. Pengangkatan itu dilakukan atas usul residen Gernham. Karena masih terlalu muda, dibentuklah Dewan perwakilan untuk membantu kepemimpinannya. Dewan itu terdiri dari Danurejo IV, Raden Tumenggung Pringgodiningrat, Raden Tumenggung Ranadiringrat, dan Raden Tumenggung Mertanegara.

5.       Sri Sultan HB V (1823-1855)

Beliau mempunyai nama kecil G.R.M. Gathot Menol dan kemudian di angkat menjadi Sultan ketika berusia 3 tahun. Karena masih anak-anak, ia didampingi oleh sebuah Dewan Perwalian yang terdiri dari neneknya (Kanjeng Ratu Ageng), ibunya (kanjeng ratu kencana), Pangeran Mangkubumi, dan Pangeran Diponegoro (anak dari HB III). Namun, Pangeran Diponegoro kemudian meletakkan jabatan itu. ia bersama dengan Sentot Prawirodirjo dan Kyai Maja memberontak melawan penjajah Belanda.

6.       Sri Sultan HB VI (1855-1877)

Belau bernama kecil G.R.M. Mustojo. Semasa pemerintahannya, Mataram (Kasultanan, Pakualaman, Kasunanan, dan Mangkunegaran) mengalami kemunduran secara politis. Menurut Ricklefs,kemunduran dalam bidang politik ini justru mendorong kemajuan di bidang sastra dan budaya (Purwad, 2007). Masa ini bisa disebut sebagai masa renaisans kesusastraan jawa klasik.

7.       Sri Sultan HB VII (1877-1919)

Beliau mempunyai nama kecil G.R.M Murtejo. Menurut serat Babad Mentaram (1898), penghasilan Kasultanan mengalami peningkatan. Kasultanan memperoleh keuntungan dari hutan jati di Wonosari, penyewaan tanah, dan bisnis tujuh belas pabrik gula. Kecuali itu, Kasultanan juga memperoleh keuntungan dari pembayaran izin penggunaan jalur kereta api (jalur Yogyakarta-Tempel-Magelang, jalur Yogyakarta-Pundong dan jalur Brosot-Samigaluh). Menjelang masa tua, HB VII meletakan tahta dan memilih untuk menyepi (lengser keprabon mandeg pandhita). Untuk itu, HB VII yang juga disebut sebagai Sultan Sugih membangung pesanggrahan Ambarukmo (saat ini terletak di antara Hotel Ambarukmo dan Ambarukmo Plaza).

8.       Sri Sultan HB VIII (1921-1939)

Sebelum dinobatkan beliau bernama G.R.M. Suyadi. Pada masa HB VIII bertahta, intervensi Belanda dalam pemerintahan Kasultanan Yogyakarta semakinmkuat. Bahkan, posisi tawar Kasultanan dinyatakan semakin lemah dalam Acte van Verband yang merupakan politik contrak antara Belanda dengan HB VIII. Menjelang wafat, HB VIII cepat-cepat mengalihkan tongkat estafet kepemimpinan kepada putranya (G.R.M. Dorojatun). HB VIII memanggil pulang putranya kembali ke tanah air dan memberinya pusaka keraton (Kyai Jaka Piturun) sebagai lambang seksesi.

9.       Sri Sultan HB IX (1940-1988)

Beliau mempunyai nama kecil Dorojatun dan sering pula di panggil dengan nama Henkie. Dalam perjuangan Kemerdekaan RI, setelah Kasultanan bergabung dengan RI, HB IX memainkan peran yang sangat penting. Yogya menjadi Ibu Kota RI. HB IX pun merancang strategi Serangan Umum 1 Maret 1949 yang menyelamatkan RI di mata dunia. Pada masa awal orde baru, HB IX menyelamatkan perekonomian Indonesia dengan cara mengembalikan kepercayaan internasional untuk membantu RI. Sejak 1946 sampai 1971, HB IX berkali-kali menjabat posisi Menteri Negara RI. Tahun 1950 hingga 1951 dan tahun 1966, ia menjadi wakil perdana menteri. Setelah itu, HB IX menjadi wakil presiden RI (1973-1978).

10.   Sri Sultan HB X (1989-)

Beliau mempunyai nama kecil B.R.M. Herjuno Darpito. Ia lahir di jogja pada 2 maret 1946. Ia naik tahta (jemenengan dalem) pada 7 maret 1989 dengan gelar Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Ngalaga Ngabdurrahman Yayidin Panatagama Kalifatullah Hingkang Jumeneng Kaping Sedoso. Gubernur DIY sejak 1998 ini pernah mendapat tanda jasa atau bintang penghargaan dari Austria (Grand Cross) dan dari Belanda (Orde Van Oranje Nassau).
Ahmad Ariefuddin

Ternyata beliau kelahiran Batang Jawa Tengah ?


Goenawan Muhamad

                Beliau lahir di Karangasem, Batang, Jawa tengah. Tanggal 29 juli 1941. Pendiri dan mantan pemimpin redaksi Majalah Tempo ini pada masa mudanya lebih dikenal sebagai seorang penyair. Ia ikut menandatangani Manifesto Kebudayaan 1964 yang mengakibatkannya dilarang menulis di berbagai media umum. Ia telah menulis sejak berusia 17 tahun, dan dua tahun kemudian menerjemahkan puisi penyair perempuan Amerika, Emily Dickinson. Sejak di kelas 6 SD, ia mengaku menyenangi acara puisi diaran RRI. Ia juga ikut membaca majalah Kisah, asuhan H.B. Jassin yang dibeli secara reguler oleh kakaknya yang doktor. Goenawan yang biasanya di panggil Goen, belajar psikologi di UNIVERSITAS INDONESIA, ilmu politik di belgia, dan menjadi Niemen Fellow di Harvard University, Amerika Serikat. Goenawan menikah dengan widarti Djajadisastra dan memiliki dua anak.

                Setelah menjadi pemimpin redaksi Majalah Tempo dua periode (1971-1993 dan 1998-1999), Goenawan praktis berhenti sebagai wartawan. Bersama musisi Tony Prabowo dan Jerrad Powel, ia membuat libretto untuk opera kali (dimulai 1996, tapi dalam revisi sampai 2003) dan dengan Tony, The King’s Wich (1997-2000). Yang pertama di pentaskan di Seattle (2000), yang kedua di New York. Pada 2006, Patoral, sebuah konser Tony Prabowo dengan puisi Goenawan, diamainkan di Tokyo, 2006. Di tahun ini juga ia mengerjakan teks untuk drama-tari Kali-Yuga bersama koreografer Wayan Dibya dan penari Ketut beserta Gamelan Sekar Jaya di Berkely, California.

                Di ajuga ikut dalam seni pertunjukan di dalam negeri. Dalam Bahasa Indonesia dan Jawa, Goenawan menuis teks untuk wayang kulit yang dimainkan Dalang Sudjiwo Tedjo, Wisanggeni (1995) dan Dalang Slamet Gundono, Alap-alapan Surtikanti (2002), dan drama-tari Panji sepuh koreografi Sulistio Tirtosudarmo.

                Selama kurang lebih 30 tahun menekuni dunia pers, Goenawan menghasilkan berbagai karya yang sudah diterbitkan, di antaranya kumpulan puisi dalam Parikesit (1969) dan interlude (1971), yang diterjemahkan ke Bahasa Belanda, Inggris, Jepang, dan Perancis. Sebagian esainya terhimpun dalam potret Seorang Penyair Muda Sebagai Malin Kundang (1972), Seks, Sastra, dan Kita (1980). Tetapi lebih dari itu, tulisannya yang paling terkenal dan populer adalah catatan Pinggir, sebuah artikel pendek yang dimuat secara mingguan di halaman paling belakang majalah Tempo. Konsep dari catatan pinggir adalah sekadar sebagai sebuah komentar ataupun kritik terhadap batang tubuh yang utama. Artinya, catatan pinggir mengambil posisi di tepi, bukan posisi sentral. Sejak kemunculannya di akhir 1970-an, catatan pinggri telah menjadi ekspresi oposisi terhadap pemikiran yang picik, fanatik dan kolot.

                Catatan pinggir, esai pendeknya tiap minggu untuk Majalah Tempo (Kini terbit jilid ke-6 dan ke-7) di antaranya terbit dalam terjemahan Inggris oleh Jennifer Lindsay, dalam Sidelines dan Conversations with Difference. Kritiknya diwarnai keyakinan Goenawan bahwa tak pernah ada yang final dalam manusia. Kritik yang meminjam satu bait dalam sajaknya ialah “dengan ruang yang tak terserap karang”.

                Kumpulan esainya berturut-turut: Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Malin Kundang (1972), Seks, Sastra, Kita (1980), Kesusastraan dan Kekuasaan (1993), Setelah Revolusi Tak ada lagi (2001), Kata, Waktu (2001), Eksotopi (2002).

                Sajak-sajaknya dibukukan dalam Parikesit (1971), Interlude (1973), Asmarandana (1992), Misalkan kita di sarajevo (1998), dan Sajak-sajak Lengkap 1961-2002. Terjemahan sajak-sajak pilihannya ke dalam Bahasa Inggris, oleh Laksmi Pamuntjak, terbit dengan judul Goenawan Muhamad: Selected Poems (2004).

                Setelah pembredelan Tempo pada 1994, ia mendirikan ISAI (Institut Studi Arus Informasi), sebuah organisasi yang dibentuk bersama rekan-rekan dari Tempo dan Aliansi Jurnalis Independen, serta sejumlah cendikiawan yang memperjuangkan kebebasan ekspresi. Secara sembunyi-sembunyi, antara lain di Jalan Utan Kayu 68H, ISAI menerbitkan serangkaian media dan buku perlawanan terhadap Orde Baru. Sebab itu, di Utan Kayu 68H bertemu banyak elemen: aktivis pro-demokrasi, seniman, dan cendikiawan, yang bekerja bahu membahu dalam perlawanan itu.

                Dan ikatan inilah lahir Teater Utan Kayu, Radio 68H, Galeri Lontar, Kedai Tempo, Jaringan Islam Liberal, dan terakhir Sekolah Jurnalisme Penyair, yang meskipun tak tergabung dalam satu badan, bersama-sama disebut “Komunitas Utan Kayu”. Semuanya meneruskan cita-cita yang tumbuh dalam perlawanan terhadap pemberangusan ekspresi.

Tahun 2006, Goenawan dapat anugerah sastra Dan David Prize, bersama antara lain esais & pejuang kemerdekaan polandia, Adam Michnik, dan Musikus Amerika, Yo-yo-Ma. Tahun 2005, ia bersama wartawan Joesoef Ishak mendapat Wertheim Award. Sebelumnya Penghargaan A. Teeuw (1992), Louis Lyon Award dan Katulistiwa Award untuk puisinya. Karya terbaru Goenawan Muhamad adalah buku berjudul Tuhan dan Hal-hal yang tak selesai (2007), berisi 99 esai liris pendek. Yang edsi bahasa inggrisnya berjudul On God and Other Unfinished Things, diterjemahkan oleh Laksmi Pamuntjak.
Hingga kini, Goenawan Mohamad banyak menghadiri konferensi baik sebagai pembicara, narasumber maupun peserta. Salah satunya, ia mengikuti konferensi yang diadakan di Gedung Putih pada 2001 dimana Bill Clinton dan Madeleine Albright menjadi tuan rumah
Twiiter Goenawan Muhamad : @gm_gm

 
Ahmad Ariefuddin

Minggu, 24 Mei 2015

Permudah Jangan Dipersulit



                Penulis berpesan kepada para pemuda agar meninggalkan sikap memberat-beratkan diri dan berlebih-lebihan dalam beragama. Usahakanlah tetap berada pada posisi tengah dan membuat kemudahan-kemudahan, khususnya terhadap masyarakat umum yang hanya mampu menjalankan agama sebatas kemampuan orang-orang awam karena mereka berbeda dengan kalangan khusus (ahli wara’ dan takwa). Memang di anjurkan agar seorang mengambil sesuatu atau sejumlah masalah dengan ekstra hati-hati dan paling aman. Akan tetapi, terus menerus bersikap ketat dan meninggalkan kemudahan-kemudahan akan membuat agama ini terkesan sebagai “kumpulan hal-hal sulit yang menuntut kehati-hatian”, dan yang menonjol adalah aspek-aspek yang berat dan sulit. Padahal Allah menghendaki kemudahan dan keluasan terhadap hamba-hamba-Nya.

                Orang yang mau merenungkan ayat-ayat Al-Qur’an dan As-sunnah serta petunjuk para sahabat niscahya akan menemui bahwa teks-teks itu mengajak kita untuk membuat kemudahan dan membuang hal-hal yang memberatkan serta menjauhkan diri dari sikap mempersukar hamba Allah.  Hendaklah kita mau merenungi ayat-ayat berikut:

1.       “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”. (al-Baqarah : 185)

2.       “Allah tidak hendak menyulitkanmu, tetapi Dia hendak membersihkanmu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu... (Al-Maidah : 6)

3.       “Allah hendak memberikan keringanan kepadamu dan manusia di jadikan bersifat lemah”. (an-Nisa’ :28)

Ahmad Ariefuddin

Sabtu, 23 Mei 2015

Jihad bekerja




                Hadist Rasulullah SAW:
                                “Ada seseorang yang berjalan melewati tempat Rasulullah, untuk bekerja. Otang itu dikenal sangat giat dan tangkas dalam bekerja. Para sahabat berkata, “Ya  Rasululllah, andaikata bekerja semacam orang itu dapatkah di golongkan sabilillah?.” Rasulullah bersabda, “Kalau dia bekerja itu hendak menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, itu adalah termasuk sabilillah, kalau dia bekerja untuk merawat orang tuanya yang sudah lanjut usianya, itu adalah termasuk sabilillah, kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak minta-minta itu juga adalah termasuk sabilillah.” (HR. Thabrani)
                “Barang siapa bersusah payah mencari nafkah untuk keluarganya, maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah.” (HR. Ahmad)


Ahmad Ariefuddin

Nasihat Syaikh Abdul Qadir Jailani




                “Orang bodoh tidak akan meluruskan ibadahnya sedikitpun. Ilmu tidak akan bermanfaat kecuali dengan mengamalkannya, sedangkan amal tidak akan bermanfaat kecuali dengan keikhlasan.” 

Sabtu, 16 Mei 2015

Film Pendek Cinta Sampai Disini

Tugas membuat film pendek dari mata kuliah Pengantar Hukum Indonesia semester 2.
Film yang berjudul Cinta Sampai Disini.

Jumat, 15 Mei 2015

Kebiasaan Baik

Ibnu Atsir: “Qoyluulah adalah istirahat di pertengahan siang walaupun tidak tidur”.

Senin, 11 Mei 2015

Gambaran Surga Dalam Al-Qur'an

Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera. Di dalamnya mereka duduk bertelakan di atas dipan. Mereka tidak merasakan di dalamnya (teriknya) matahari dan tidak pula dingin yang bersangatan. Dan naungan (pohon-pohon surga itu) dekat di atas mereka dan buahnya di mudahkan memetiknya semudah-mudahnya. Dan diedarkan kepada mereka bejana-bejana dari perak dan piala-piala yang bening laksana kaca. (Yaitu) kaca-kaca (yang terbuat) dari perak yang telah diukur mereka dengan sebaik-baiknya. Di dalamnya surga itu mereka di beri minum segelas (minuman) yang campurannya adalah jahe. (Yang di datangkan dar) sebuah mata air surga yang yang di namakan salsabil. Dan mereka dikelilingi oleh pelayan-pelayan muda yang tetap muda, apabila kamu melihat mereka, kamu akan mengira mereka mutiara yang bertaburan. Dan apabila kamu melihat di sana (surga) niscahya kamu akan melihat berbagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar. Mereka memakai pakaian sutera halus yang hijau dan sutera tebal dan di pakaikan kepada mereka gelang terbuat dari perak, dan Tuhan memberikan kepada mereka minuman yang bersih. (Q.S 76: 12-21)

Kewajiban atas orang yang berpuasa

a. Mencukupi makanan dalam puasa sekedar yang perlu saja
b. Memakan makanan yang mudah hancur dikala berbuka, seperti kuah sup.
c. Menyempurnakan makan sesudah shalat maghrib.
d. Menyedikitkan makanan, jangan terlampau sangat kekyangan.

Minggu, 10 Mei 2015

Pendapat Umar tentang memberi hadiah kepada pegawai

Umar Ibnul Muhajir berkata : "seorang lelaki mendatangi Umar bin Abdul Aziz dengan membawa apel dan dia tidak mau menerimanya. Dikatakan kepada umar, "Dulu Rasulullah SAW, menerima hadiah". Umar menjawab "Itu Rasulullah SAW, dan untuk kita itu adalah risywah (suap) dan aku tidak memerlukan itu".

Anjuran Umar bin Abdul Aziz untuk menuntut Ilmu

Umar bin Abdul Aziz berkata "Tuntutlah ilmu karena itu hiasan bagi orang kaya dan penolong bagi orang fakir. Tidak aku katakan bahwa kekayaan di cari dengan ilmu, tetapi yang kumaksudkan bahwa ilmu mengajak kepada qana'ah (kerelaan hati)."

Andhap asor

Dedalane guna lawan sekti
Kudu andha asor
Wani ngalah luhur wekasane
tumungkala yen dipundukani
bapang den sengkiri
ana catur mungkur

"Artinya"
Jalannya kepandaan dan kekuatan
harus rendah hati
berani mengalah, luhur pada akhirnya
menunduklah jika dinasihati
rintangan di hindari
ada pembicaraan jelek, menghindar


Macapat Jawa
Ahmad Ariefuddin
Yogyakarta, 10 April 2015

Sabtu, 09 Mei 2015

Nasehat Imam Syafi'i

Bila kau tak tahan lelahnya belajar
maka kelak kau, harus tanggung perihnya kebodohan

Kamis, 07 Mei 2015

Filsofi puasa




                Kemudian menyambung tentang hikmah puasa kita dapat melihat dari kupu-kupu. Pertama coba kita perhatikan kehidupan ulat. Setelah ulat makan daun-daunan, maka selanjutnya ia akan puasa atau memasuki masa menahan makan selama beberapa minggu, membungkus diri dalam kepompong, sampai akhirnya menjad kupu-kupu yang indah dan menarik.
                Nah begitupun puasa, puasa tidak hanya untuk sekedar menahan makan minum tapi jika kita ingin mendapatkan hikmah dari puasa maka kita harus menahan hawa nafsu. Dan pada akhirnya jika kita mampu melakukan itu kitapun akan terlihat indah di hadapan Allah dan menarik untuk di masukan ke dalam surga Allah melalui pintu khusus yang sudah Allah ciptakan yaitu pintu rayyan.
                Seperti dalam hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah r.a. bahwa sanya Nabi s.a.w bersabda: “sesungguhnya dalam surga itu ada sebuah pintu, yang di namakan rayyan. Pada hari kiamat diserulah pintu itu: “dimana orang-orang yang berpuasa?, apabila mereka semua telah masuk, pintu itupun di tutup kembali”.

Sabtu, 02 Mei 2015

Ahmad Ariefuddin

Buya Yahya


Katanya Bahagia (Sajak Berjalan)





Semakin tinggi mereka akan semakin bangga
Karena katanya disanalah mereka bisa menemukan keindahan sang pencipta
Itulah dalil kebahagiaan katanya mereka
lalu kenapa rumah sang pencipta yang dekat dan megah justru semakin hampa?

Semakin fokus mereka semakin bangga
Karena katanya disitulah mereka mengekspresikan seni lensa
Itulah dalil bahagia menurut katanya mereka
 yang sering lupa bahwa seni yang mereka geluti itu tentang permainan cahaya

semakin lantang mereka semakin bangga
karena katanya mereka sedang mengaspirasi di depan massa
itulah dalil bahagia katanya mereka
yang terkadang susah membedakannya dengan tong sampah nyaring bunyinya

semakin rajin bertanya mereka semakin bangga
karena katanya mereka sedang mengemis nilai IPK nya
itulah dalil bahagia katanya mereka
yang sering menonjolkan kebodohan bersama pertanyaannya

semakin sering umrah mereka semakin bangga
karena katanya mereka bisa selfi di madinah atau mekah
itulah dalil bahagia menurut mereka
yang masih buta dari tetangganya yang harus bekerja keras mencari makanan sisa

semakin tajam sindiranya mereka semakin bangga
karena katanya mereka sedang mengkritik penguasa
itulah dalil bahagia menurut mereka
yang belum tahu bahwa kritik itu satu kesatuan dengan saran yang tak bisa dipisahkan

dan aku terus di goda oleh kata-katanya mereka
tapi entahlah bahagia yang sebenarnya itu seperti apa?


Ahmad Ariefuddin
Katanya mereka (sajak berjalan)
Yogyakarta 3 mei 2015